Hari ini, Selasa, 10 Januari 2006 M bertepatan dg tarikh 10
Dzulhijjah 1426 H. Bermakna hari ini adalah hari suci ummat islam
sedunia yg merayakan Idul Adha. Bermakna pula Ummat Islam melakukan
ritual Ibadah Shalat Ied dan penyembelihan Qurban. Pada hari ini
pula sekira 3 juta Ummat Islam sedunia berkumpul di tanah suci
Makkah Al-Mukarramah utk menunaikan Rukun Islam ke-5 yaitu Ibadah
Haji bagi yg mampu secara fisik dan mental.
Pada hari ini pula utk kali ke-2 saya melaksanakan Shalat Ied diluar
rumah atau diluar daerah kediaman saya di Jakarta. Tahun lalu saya
melaksanakan Shalat Ied di Cilacap, dan kali ini saya melaksanakan
Shalat Ied di Echo F/S, yaitu di salah satu platform yg terletak di
Laut Jawa, kira-kira 20 km dari garis pantai wilayah bagian barat
Kabupaten Indramayu Jawa Barat.
Shalat Ied dimulakan sekira pukul 06.30 WIB, dan berakhir satu jam
kemudian mengambil tempat di deck 4 (paling atas) Echo F/S.
Utk merayakan Hari Raya Iedul Adha, berikut ada tulisan lama yg
cukup bagus mengenai sejarah Shalat Ied di lapangan.
Salam
Cukilan Sejarah Terpendam:
Idul Fithri di Indonesia sebagai Show of Force Ummat
Islam*)
Sebulan lamanya sepanjang Ramadhan yang mulia, kaum
muslimin berada dalam gemblengan Ilahi menunaikan
perintah puasa, menata dirinya agar menjadi insan yang
bertaqwa dan taat kepada titah perintah Khaliq-Nya.
Dalam bulan suci itu kaum muslimin berjuang dengan
mensucikan jiwa- raganya agar bersih dari debu-debu
dosa yang selama ini mungkin melekat pada rohani dan
jiwa mereka. Dan sebulan lamanya beramai-ramai
mengabdi kepada Ilahi, berduyun-duyun datang ke
masjid-masjid, langgar-langgar, dan mushalla untuk
melakukan shalat tarawih dan witir serta mendengarkan
ceramah ramadhan yang disampaikan oleh para Da'I dan
Mubaligh. Dengan gemblengan "Sekolah Ramadhan" yang
berkah itu, jiwa kaum muslimin menjadi kuat dan
terlatih, menjadi kompak dan bersatu bahu membahu
mematuhi perintah Ilahi. Dan dengan jiwa yang bersih
suci kompak berstau itu kaum muslimin pada akhir
Ramadhan melahirkan kegembiraan mereka keluar rumah di
pagi hari raya yang permai berseri menjalankan Syariat
Shalat Idul Fithri menuju lapangan yang luas sebagai
tasyakur dan unjuk kekuatan, bagaikan tentara yang
kembali dari medan perang yang dahsyat dengan membawa
kemenangan yang gilang gemilang, MINAL 'AIDIN WAL
FAIZIIN TAQABALALLAHU MINNA WA MINKUM.
Jiwa Baru
"Sekolah Ramadhan" yang hanya sebulan lamanya itu
mebawa berkah yang menakjubkan bagi kaum muslimin. Ia
telah menumbuhkan pada diri kaum muslimin semangat dan
jiwa baru yang berkobar-kobar, sehat dan segar bugar
yang siap maju ke depan di segala arena dan sektor
medan juang.
Sunnah Rasulullah
Menurut Sunnah Rasulullah, Shalat Idul Fithri itu
memang lebih baik diadakan di lapangan terbuka. Dan
beliau amat jarang mengadakannya di masjid, kecuali
hari hujan. Sebab berbaris bershaf-shaf di lapangan
terbuka akan menambah syiarnya upacara shalat Hari
Raya dan sekaligus unjuk kekuatan kepada lawan yang
selama ini menjadi penarung dan batu penghalang bagi
semaraknya agama Islam. Demikianlah yang dilakukan
Rasulullah sampai akhir hayat beliau di Madinah.
Idul Fithri di Indonesia
Shalat Idul Fithri di tanah air kita Indonesia
mempunyai sejarah yang unik, karena pada umumnya kaum
muslimin Indonesia sebelum tahun 1930 melakukannya
hanya di masjid-masjid, tidak di lapangan terbuka. Ini
disebabkan antara lain adanya rintangan dari
pemerintah Kolonial Belanda untuk melakukannya di
lapangan-lapangan terbuka. Tetapi apakah rintangan itu
akan dibiarkan terus menjadi penghalang ? Tidak !
SI Pelopor dalam Agama
Waktu itu Syarikat Islam (PSII) adalah satu-satunya
partai politik Islam yang menjadi pelopor dalam
politik dan pelopor dalam agama.
Pergerakan
rakyat di waktu itu mengalami tekanan yang amat berat
dari pemerintah Kolonial Belanda. Tetapi justru dalam
situasi dan kondisi yang sedemikian itu pulalah orang
menilai kepemimpinan dari tokoh-tokoh pergerakan yang
sejati. SI mencoba menembus halangan yang dibuat oleh
pemerintah Kolonial Belanda dan sekaligus test case
bagi jiwa dan semangat ummat sampai di mana keberanian
mereka untuk menerapkan ajaran agama di hadapan mata
lawan-lawan mereka yang senantiasa memandang dengan
mata yang penuh kecurigaan.
Demikianlah Pucuk Pimpinan SI pada tahun 1931
menginstruksikan kepada SI Cabang Bandung supaya
mengadakan Shalat Hari Raya di lapangan terbuka sambil
menjelaskan bahwa yang akan bertindak sebagai
Khatibnya adalah tidak tanggung-tanggung, yaitu AM.
Sangaji, Presiden Lajnah Tanfidziyah PSII sendiri,
yang terkenal sebagai singa mimbar SI di samping HOS.
Cokroaminoto.
Tetapi yang sudah jelas, bahwa melaksanakan instruksi
Laznah Tanfidfziyah SI tidaklah gampang, kerena harus
melalui ijin pihak yang berwajib terlebih dahulu.
Apalagi hal itu suatu hal yang belum pernah terjadi
dan sungguh ditakuti akibatnya oleh pemerintah
Kolonial itu sendiri.
Walaupun ijin telah diminta, tetapi surat ijin dan
pemberitahuan tidak juga kunjung datang, sedang waktu
sudah makin mendesak, dan hari raya telah hampir tiba.
Jasa tak terduga seorang Intelek Muslim
Syafei Wirakusumah (83 tahun), pimpinan SI Cabang
Bandung yang waktu itu bertugas selaku ketua pelaksana
Shalat 'Ied, bekerja dengan keras untuk mendapatkan
ijin. Dan pada suatu petang ia berjalan-jalan di
tengah kota, tiba-tiba ada orang yang menyapa, "hendak
kemana dan apa gerangan yang sedang dipikirkansambil
berjalan-jalan di petang hari ini ?".
"Saya berfikir bagaimana caranya supaya cepat keluar
ijin Shalat 'Ied yang akan dilangsungkan di lapangan
Tegal Lega Bandung itu ?", Jawab Syafei tegas.
"Apakah anda kenal dengan Prof. Kamal Schoemaker dosen
THS (sekarang
ITB) ?
Cobalah datang ke rumah beliau, mungkin beliau dapat
membantu dan menunjukkan jalan !", tukas orang yang
baik itu sambil memberi harapan kepada Ketua Panitia.
Syafei, Ketua Panitia menuju rumah Prof. Kamal
Schoemaker seorang yang belum dikenalnya. Tetapi
diluar dugaan, bahwa intelektual yang berkebangsaan
Belanda itu rupanya seorang muslim yang taat kepada
agamanya. "Demikian ramah dan simpatik", kata Syafei
kepada penulis ketika mengungkapkan kenangannya kepada
peristiwa sejarah masa lalu itu. Sarjana Muslim yang
taat itu ketika dijelaskan kepadanya maksud "Syarikat
Islam" akan melaksanakan Shalat Ied di lapangan "Tegal
Lega" dengan sepontanitas yang mengejutkan mendukung
dan merestui maksud yang mulia itu. Ia malah mendukung
dengan moral dna material.
Terbukti sebentar itu kuga ia angkat gagang telephone
dan menghubungi Tuan Residen Bandung. Karena mungkin
dianggapnya Residen turut menghalangi keluarnya ijin
dari yang berwajib atau bahkan tidak diijinkan sama
sekali.
Tidak puas dengan itu, ia membuat telegram kepada
Gubernur Jendral yang bersemayam di Bogor waktu itu
itu atas nama dirinya dan dengan ongkosnya, tetapi aia
minta tolong kepada panitia untuk melaksanakannya
segera.
Dan saat Panitia meminta ijin pulang, karena apa yang
dimaksud telah tercapai dan hari telah menjelang
maghrib, maka sang Profesor masih menahan lagi
tamunya, karena beliau masih ingin shalat berjamaah
dengan tamu- tamunya itu di mushalla khusus yang
terletak di dalam rumahnya itu.
Shalat 'Ied yang pertama di lapangan
Bila Hari Raya telah datang, maka penduduk kota
Bandung berduyun- duyun ke lapangan "Tegal Lega"
dengan hati yang girang-gembira serta semangat yang
berkobar-kobar untuk menunaikan Shalat 'Ied
beramai-ramai, apalagi khutbah 'Ied dibawakan oleh
tokoh pergerakan yang populer di masa itu, AM.
Sangaji.
Alangkah bahagianya kaum muslimin Bandung sepagi hari
itu, mereka mengadakan "Show of Force" unjuk kekuatan
kepada lawan-lawannya, dan juga memperlihatkan kepada
pemerintah Kolonial Belanda bahwa bagaimanapun
beratnya tindasan dan tekanan, ummat Islam tidak
gentar dan tetap akan melawan dan akan menuntut
hak-hak asasinya sebagai makhluk Allah yang harus
duduk sama rendah, tegak sama tinggi dengan
bangsa-bangsa lain di dunia.
Ketua Panitia dipanggil PID
Shalat 'Ied yang merupakan Show of Force yang pertama
kali dalam sejarah keagamaan itu membuat Belanda
terutama pemerintah setempat menjadi geger dan
ketakutan. Ketua Panitia dipanggil Kepala Polisi (PID)
bandung, dijemput dengan kendaraan polisi yang
berbentuk perahu itu. Setelah tiba di kantor polisi
terjadi dialog berikut:
"Kenapa tuan berani mengirim kawat telegram kepada
Gubernur Jendral di Bogor ?", tanya Kepala Polisi.
"Memang saya yang mengirimkan, tetapi itu adalah atas
saran Prof.
Kamal
Schoemaker, dan kata-katanya pun beliau sendiri yang
menuliskannya", jawab Ketua Panitia.
"Lain kali jangan dibuat lagi ya !", sahut Kepala
Polisi.
Syafei Wirakusumah yang telah siap waspada untuk
ditangkap Belanda waktu itu pulang dari kantor polisi
dengan wajah girang berseri-seri, karena hasil
usahanya sukses besar, dan anehnya ia pulang dari
kantor polisi dengan mengantongi uang, yang oleh
Kepala Polisi berkebangsaan Belanda itu dikatakannya
untuk mengganti ongkos telegram yang dikirim panitia
kepada Gubernur Jendral.
Bukan saja panitia yang bergembira atas hasil usahanya
itu., tetapi tidak kurang dari itu adalah intelektual
muslim yang brilliant itu sendiri, Prof.
Kamal Schoemaker.
Dan untuk memperlihatkan kegembiraan hatinya, dengan
memakai jubahnya yang khas pada hari baik dan bulan
baik itu kini ia balik berkunjung ke rumah Ketua
Panitia Shalat 'Ied yang gigih itu, Syafei
Wirakusumah, sambil mengucapkan, "Selamat Hari Raya!".
Dan peristiwa bersejarah itu terjadi pada tahun 1931
sebagai awal pertama kaum muslimin Indonesia memulai
Shalat 'Ied di lapangan terbuka.
Demikian sekelumit sejarah dan kisah terpendam yang
patut dicatat oleh generasi islam masa kini dan masa
mendatang.
Cuma sedikit pertanyaan di hati dalam hati kita,
apakah pemimpin- pemimpin Syarikat Islam masa kini
masih mempunyai semangat kepeloporan untuk menegakkan
ajaran-ajaran Islam di tengah-tengah masyarakat
seperti yang dimiliki para pendahulu mereka ? Dan
apakah para pemimpin Islam pada umumnya masih
mempunyai keberanian dan moril untuk berjuang
menegakkan kebenaran dan keadilan seperti apa yang
dimiliki para pemimpin di jaman Kolonial dulu ?
Sekianlah, MINAL 'AIDIN WAL FAIZIIN WA ANTUM BI
KHAIRIN FI KULLI 'AMIN !
SELAMAT HARI RAYA 'IDUL FITHRI, MOHON MAAF LAHIR DAN
BATHIN.
*) Firdaus, KH. AN, Panji-Panji Dakwah, CV. Pedoman
Ilmu Jaya, Jakarta 1991