Monday, January 23, 2006

(Cat) Mike-Mike Flow Station

Setelah selama lebih dari satu minggu tidak bisa bekerja di Echo Flow Station karena cuaca kurang bersahabat (angin dan ombak tinggi), Seluruh team Project hari Sabtu, 21 Januari 2006 mob ke Mike-Mike Flow Station (posisi 10 km dari pantai utara Karawang) menggunakan kapal Maleo. Hampir semua anggota team yg berjumlah 15 orang mengalami mabok laut alias pusing, mual-mual, dan muntah-muntah termasuk saya sendiri. Landing di Mike-Mike sekira pukul 16.30 dan langsung beristirahat kerana pekerjaan berat menunggu keesokan hari.

Mike-Mike Flow station berdiri sekitar tahun 1973 yg kira-kira berfungsi utama sebagai junction atau penguhubung antar station yg menghantar Gas ke PLTU Muara Karang. Bolehlah dikata sebagai jantungnya Station di West Java ini. Bermakna kelangsungan hidup PLTU Muara Karang bergantung penuh pada station ini.

Hari Minggu, 22 Januari 2006, seluruh team melakukan pekerjaan persiapan dan sudah mencapai progress 90% dari rencana. Keesokan harinya, Senin, 23 Januari 2006 cuaca mendung dan hujan lebat sekali sehingga seluruh team tidak bisa melanjutkan pekerjaan sampai catatan ini dibuat.

Thursday, January 19, 2006

(Art) Matematika Haji

Koran » Resonansi

Senin, 16 Januari 2006

Matematika Haji

Oleh : Ahmad Tohari

Harap tidak bingung dengan judul tulisan ini. Saya hanya ingin mengajak umat Islam benar-benar prihatin atas musibah yang setiap kali menimpa para jamaah haji, terutama sejak tragedi Mina 1990. Saat itu seribu jamaah haji meninggal karena berimpitan dan terinjak-injak di terowongan Mina. Pada tahun-tahun berikutnya masih saja terjadi hal serupa meskipun jumlahnya tidak sehebat korban tragedi Mina; ada kebakaran tenda, ada gedung pemondokan rubuh, dan ada juga ulangan tragedi Mina dalam skala yang lebih kecil. Dan, yang terakhir, tragedi lempar jumrah yang menelan korban sekitar 300 orang.

Mengapa musibah itu masih terjadi? Padahal pemerintah Arab Saudi telah berbuat banyak, dan terpaksa melakukan ''bid'ah'' dengan misalnya, membuat jalan layang antara Safa dan Marwa agar perjalanan sa'i lancar karena ada dua, jalan darat dan jalan layang. Terowongan Mina juga sudah dibuat dua jalur sehingga para jamaah yang melewatinya bisa diatur hanya satu arah. Demikian juga untuk keperluan lempar jumrah; jalan diperluas, ada jalan layang, bahkan tugu lemparan sudah diubah menjadi bidang-bidang tembok yang cukup luas. Semua dibuat agar jamaah tidak terlalu berdesakan. Tapi, ya, kenapa korban masih tetap berjatuhan?

Kita bertanya demikian karena kita tidak ingin ibadah haji menjadi ibadah yang berisiko kematian. Kita tidak ingin ibadah haji tercitra sebagai ibadah yang berdarah-darah. Pikiran demikian tentu wajar karena salah satu syarat orang naik haji adalah, bila keadaan aman. Artinya, tidak ada ancaman keselamatan. Memang, syarat aman dulu dimaksudkan sebagai tidak adanya perang. Tapi masalahnya, apa bedanya meninggal karena dibunuh atau dirampok dengan meninggal karena terinjak-injak oleh sesama jamaah?

Meninggal dunia ketika menjalankan perintah Allah, dalam hal ini ibadah haji, tentu merupakan kematian yang sangat indah dan kita yakin hanya syurgalah imbalannya. Jadi kita beriman bahwa ribuan bahkan jutaan jamaah yang telah menjadi korban musibah haji kini sedang bersuka ria menikmati janji Allah. Tapi, membiarkan kondisi yang berpotensi membuat terus jatuhnya korban di antara para jamaah haji adalah perkara lain. Ini sebuah kesalahan besar atau bahkan sebuah dosa yang sulit diampuni. Nah, dari sinilah muncul matematika haji.

Maksud saya begini: Ibadah haji dilaksanakan dalam waktu tertentu dan di tempat yang tertentu pula. Keduanya sudah paten, tidak bisa diulur atau dimekarkan lagi. Masjidil Haram, Mina, Arafah, ya sebesar itu adanya. Waktu pelaksanaan haji pun sudah dipastikan hanya pada hari-hari tertentu di bulan Haji. Maka sebenarnya secara matematis ada batas maksimum jumlah jamaah yang bisa dilayani dengan baik dan dijaga keselamatannya selama mereka berada dalam ruang dan waktu haji itu.

Tapi, pada sisi lain jumlah umat Islam makin banyak dan dakwah (antara lain menganjurkan orang naik haji) tetap wajib dijalankan. Hasilnya jumlah peminat naik haji makin tinggi. Dan sekarang, ketika jumlah jamaah haji mencapai 3 juta orang, pelayanan sudah tidak bisa maksimal bahkan keselamatan jiwa sudah kurang terjamin. Apakah jumlah 3 juta itu sebenarnya sudah melampaui batas kemampuan tampung ruang dan waktu haji? Kalau begitu apa yang terjadi kelak kalau jamaah sudah mencapai 5 juta orang?

Umat Islam Indonesia melalui MUI mungkin bisa membuat aturan tersendiri. Misalnya, yang boleh naik haji dibatasi umurnya, dari 20 hingga 60 tahun. Yang sudah haji jangan berangkat lagi kecuali para pembimbing. Peraturan semacam ini pasti akan banyak penentangnya. Tetapi usul ini masih lebih moderat daripada opsi ekstrem yang dulu pernah ditawarkan; naik haji di luar bulan Zulhijah, atau berhaji di luar Tanah Suci.

Ah, masalahnya bukan usul yang moderat atau ekstrem melainkan adanya batas daya tampung ruang dan waktu haji yang sifatnya objektif. Ketika batas itu mendekat, kita harus cari siasat agar ibadah haji tidak mengandung risiko kematian. Siasat itu hanya bergerak di wilayah dzani atau malah berani membongkar yang paten alias qat'i. Nah, terserah para ulama.

(Art) Reafirmasi Islam

Koran » Resonansi

Kamis, 19 Januari 2006

Reafirmasi Islam

Oleh : Azyumardi Azra

Istilah 'reafirmasi Islam' (Islamic reaffirmation) kali ini saya ambil dari Raja Yordania, Abdullah II bin al-Hussein. Dalam sebuah kolom menarik (Newsweek, Special Edition, December 2005-February 2006), Raja Abdullah mengimbau tentang perlunya 'reafirmasi Islam' untuk menghadapi distorsi dan mispersepsi yang belakangan berkembang di kalangan Barat, bahwa "Islam mengajarkan permusuhan dan agresi, dan menolak keikutsertaan yang damai dalam ekonomi berbasis ilmu pengetahuan dan pemerintahan demokratis".

Raja Abdullah berargumen, ia menggunakan istilah 'reafirmasi Islam', bukan 'reformasi Islam', karena ajaran-ajaran fundamental Islam tidak perlu direformasi atau direformulasi; yang diperlukan adalah 'reafirmasi'. Reafirmasi didasarkan pada prinsip-prinsip dasar keimanan Islam, yang telah berfungsi sebagai moderasi dan keseimbangan masyarakat-masyarakat Muslim selama lebih dari 14 abad. Menurut Raja Abdullah, kaum ekstremis di kalangan Muslim telah 'mereformulasi' ajaran-ajaran Islam dengan mendistorsi dan meninggalkan ajaran Islam yang sebenarnya. Dengan distorsi itulah mereka sampai hati membunuh orang-orang sipil yang tidak berdosa. Meski jelas-jelas Islam melarang pembunuhan dan bunuh diri.

Raja Abdullah menganjurkan 'reafirmasi Islam tradisional'. Bagi saya ini belum lengkap. Reafirmasi itu, dalam konteks Indonesia khususnya, semestinya mencakup tidak hanya 'Islam tradisional', tapi juga 'Islam modernis'; karena kedua-duanya bertitik tolak dari Alquran, hadis, dan ijma' jumhur, kesepakatan mayoritas terbesar (mainstream) ulama, yang otoritatif dan diakui. Reafirmasi Islam itu sebenarnya telah berlangsung dari waktu ke waktu.

Tetapi, dalam konteks kolom Raja Abdullah, reafirmasi Islam itu mengambil bentuk 'Pesan Amman' yang dikeluarkan pada November 2004. Pesan yang merupakan deklarasi singkat itu pada dasarnya merupakan penegasan tentang karakter Islam yang sebenarnya. Pesan ini dirumuskan dan disepakati sekitar 180 ulama dari 45 negara, yang mewakili delapan mazhab fikih dari kalangan Ahl al-Sunnah, Syiah, dan Ibadiyah. Dalam reafirmasi itu mereka didukung 17 fatwa dari otoritas terkemuka fikih.

Pesan Amman menegaskan kembali tentang validitas delapan mazhab fikih di kalangan kaum Muslimin; dan juga tentang keabsahan tasawuf dan aliran-aliran kalam (teologi). Selain itu, Deklarasi Amman juga mengutuk praktik ekstrem di kalangan segelintir Muslim yang dengan mudah menuduh dan mengecap orang Muslim lain sebagai kafir (takfir). Juga ditegaskan kembali tentang syarat-syarat mutlak yang perlu dimiliki individu atau lembaga Islam untuk bisa mengeluarkan fatwa. Fatwa yang menjustifikasi kekerasan jelas merupakan pelanggaran atas prinsip-prinsip dasar Islam.

Reafirmasi Islam yang ditegaskan 'Pesan Amman', hemat saya menegaskan kembali banyak hal; salah satunya adalah prinsip dasar toleransi internal dan eksternal yang perlu dimiliki dan diamalkan setiap Muslim. Perbedaan mazhab dan aliran pemikiran bukanlah hal baru dalam perjalanan sejarah kaum Muslimin; dan perbedaan-perbedaan itu lebih pada hal-hal furu'iyah (ranting) daripada pokok-pokok fundamental Islam. Karena itu, perlu penyikapan yang penuh kebijaksanaan; tidak dengan serta-merta menuduh individu atau kelompok Muslim tertentu telah menyimpang, sesat, dan kafir.

Toleransi eksternal menyangkut hubungan dengan pihak non-Muslim. Dalam hubungan, khususnya dengan agama Yahudi dan Kristen, Islam merupakan bagian integral dari agama-agama Nabi Ibrahim (millah Ibrahim/Abrahamic religions). Seperti ditegaskan Raja Abdullah, selain terdapat banyak afinitas, penting ditegaskan bahwa Islam juga mengakui dua prinsip dasar agama Yahudi dan Kristen, yaitu mencintai Tuhan YME, dan juga mengasihi tetangga seperti mencintai diri sendiri.

Karena afinitas yang begitu besar dalam ketiga agama Abrahamik itu, menurut Raja Abdullah, Islam bisa cocok dan kompatibel dengan Dunia Barat yang banyak bersumber dari tradisi Judeo-Christian, dan juga Islam. Kompatibilitas itu juga menyangkut isyu-isyu penting seperti; penghormatan pada hak asasi manusia dan kebebasan, dan hak-hak kaum perempuan; pelarangan agresi, kekerasan, dan terorisme; penghargaan terhadap para pemeluk agama lain; dan kebebasan memilih bentuk pemerintahan yang demokratis.

Reafirmasi Islam dalam kerangka seperti itu --yang bisa diperluas lebih lanjut sesuai dengan cakupan ajaran Islam yang begitu luas-- merupakan tanggung jawab bagi para ulama, pemimpin, pemikir, dan aktivis Muslim. Reafirmasi itu perlu dilakukan secara terus-menerus, karena tantangan yang dihadapi kaum Muslim begitu kompleks dan penuh tantangan. Jika tidak, akan selalu ada kalangan Muslim yang atas nama agama kemudian membajak Islam untuk agenda-agenda dan aksi-aksi yang bertentangan dengan ajaran Islam.

Thursday, January 12, 2006

(Art) 140 Ribu Alumni ESQ Bertekad Ubah Indonesia Menjadi Indonesia Emas

140 Ribu Alumni ESQ Bertekad Ubah Indonesia Menjadi Indonesia Emas

Jakarta-RoL-- Sebanyak 140 ribu alumni ESQ (Emotional Spiritual Quotient) Leadership Center (LC) bertekad mengubah Indonesia menjadi Indonesia Emas yang bebas korupsi dan bebas penyimpangan lainnya melalui Silaturahmi Nasional yang digelar di Istora Senayan Jakarta pada 14-15 Januari 2006. "Kami optimis bisa mengubah Indonesia menjadi Indonesia yang adil, makmur, dan unggul melalui metode ESQ, jika saja semua pelaku di negeri ini mengikuti metode ini," kata Pendiri ESQ Leadership Center, Ary Ginanjar Agustian kepada pers di Jakarta, Rabu.

Kesempatan itu juga dihadiri sejumlah tokoh seperti mantan Ketua Komnas HAM Bambang W Soeharto, Kepala Badan Pengkajian Ekonomi Keuangan dan Kerjasama Internasional (Bapekki) Depkeu Anggito Abimanyu, musisi Dwiki Dharmawan dan serta sejumlah tokoh lainnya.

Pengalamannya dengan mengikuti training ESQ, 80-90 persen peserta berubah drastis menjadi baik, lanjut penulis buku best seller "Rahasia Sukses Membangun Kecerdasan Emosi dan Spritual Berdasarkan Enam Rukun Iman dan Lima Rukun Islam" itu. Dengan demikian jika semua pelaku bangsa Indonesia mengikuti ESQ, maka Indonesia juga akan berubah secara drastis ke arah yang lebih baik, kata Ary yang membangun lembaganya sejak tahun 2000 tersebut. Ia memberi contoh, seorang Ahmad Julius yang selama 33 tahun berada di dunia hitam dan sempat menjadi tokoh di sejumlah jaringan kejahatan seperti bandar narkoba, ilegal logging sampai `money politics` mengalami perubahan drastis dan meninggalkan semua kehidupan masa lalunya yang gelap gulita. Silaturahmi itu, ujarnya, diharapkan mampu menginspirasi dan mengajak seluruh anak negeri berarak dan berjalan bersama menuju perubahan yang diimpikan.

Dikatakannya, selain komitman intelektual dan emosional dari diri seorang manusia untuk bisa berubah masih ada komitmen spiritual yang harus disadarkan, yakni kesadaran bahwa ada Tuhan yang mengawasi. Kecerdasan intelektual (IQ) yang dimiliki seorang manusia, ujarnya, merupakan kecerdasan yang membuat manusia mampu berpikir dan mengelola materi, sedangkan kecerdasan emosional (EQ) merupakan modal sosial manusia yang membuat manusia mampu merasa dan melakukan interaksi dengan manusia lainnya. Namun otak manusia ternyata masih mempunyai bagian lain yang selalu berdenyut untuk terus mencari kebahagiaan yang dinamakan kecerdasan spiritual (SQ), ujarnya, yakni mencari kebahagiaan hakiki ketika manusia memiliki kesadaran akan Tuhan.

"Dengan ESQ training, manusia disadarkan tentang Tuhannya yakni Allah Yang Maha Segalanya yang tercermin dalam Asma ul Husna. Bahwa bagaimana hati manusia ikhlas akan apa saja yang terjadi pada dirinya dan apa yang diberikan Tuhannya, itu adalah kebahagiaan yang sesungguhnya," katanya.

Acara Silaturahmi Alumni tersebut akan dipadati dengan berbagai acara seperti jalan santai, pergelaran musik, kegiatan tari, lukis, talk show, `trade fair`, bazar, pengumpulan dana amal dan lainnya. ant/pur

Republika Online, Rabu, 11 Januari 2006

Wednesday, January 11, 2006

(Art) Tidak Adil

Tidak Adil

Oleh : Asro Kamal Rokan

Pada hari dan malam menjelang Idul Adha, seperti juga Anda, telepon genggam saya pun menerima banyak pesan dari para sahabat. Isinya, selain mengucapkan selamat Idul Adha 1426 Hijriah, juga mendorong umat Islam untuk mencontoh kesalehan, keikhlasan, dan ketaatan Nabi Ibrahim AS, yang rela mengurbankan putra tersayangnya, Ismail AS.

Banyak pesan menarik, satu di antaranya dari Ketua Umum Partai Amanat Nasional (PAN), Soetrisno Bachir. Isinya: Saudara-saudaraku sebangsa dan se-Tanah Air. Singkirkan jauh-jauh rasa pesimistis, apatis, frustrasi, sinis, tak berdaya, rendah diri, dengki, su'dhon dari tubuh bangsa kita. Selamat Iedul Adha 1426 H. Selamat berkurban untuk bangsa dan negara. Salam reformasi. Soetrisno Bachir.

Ada juga pesan yang sangat menggugah. Isinya: Jika semua harta adalah racun, maka zakatlah penawarnya. Jika seluruh umur adalah dosa, maka takwa dan tobatlah obatnya. Jika seluruh bulan adalah noda, maka Ramadhanlah pemutihnya. Jika seluruh hari adalah nista, maka Idul Fitrilah pensuciannya, dan jika seluruh persembahan terbungkus ria, maka Idul Adhalah pembersihnya. Semoga ridho Allah atas pengorbanan yang dipersembahkan dengan tulus ikhlas. Selamat Idul Adha 1426 Hijriah.

Seharian kemarin, umat Islam yang memiliki kemampuan, mengurbankan kambing, domba, dan juga sapi. Hampir seluruh masjid, usai shalat Idul Adha, diramaikan pemotongan hewan kurban. Panitia membagi-bagi hewan kurban kepada fakir miskin, kepada mereka yang berhak. Kebersamaan, tolong-menolong, saling membagi, dan kerelaan berkurban terasa begitu indah. Nabi Ibrahim bahkan merelakan putra kesayangannya, Nabi Ismail -- yang lahir dari wanita berkulit hitam, Siti Hajar, setelah Ibrahim menanti selama seratus tahun untuk disembelih atas perintah Allah SWT. Nabi Ismail pun ikhlas menerimanya. Ketika akan disembelih di Jabal Qurban, Allah mengganti Ismail dengan seekor domba.

Islam mengajarkan kerelaan berkorban, keikhlasan, ketaatan, dan kasih sayang. Tapi marilah kita lihat, bangsa ini terpuruk bukan karena tidak memiliki daya, tidak memiliki kemampuan, melainkan kegagalan menahan hawa nafsu. Teroris, mengatasnamakan agama, membunuh orang-orang tak bersalah. Mereka rela melihat korban-korban tewas, tanpa kaki, dan cacat seumur hidup. Mereka membiarkan keluarga korban kehilangan harapan dan menderita. Apa yang diperoleh para teroris itu? Tak ada keuntungan apa pun, termasuk keuntungan politik.

Koruptor sama saja. Mereka menjarah harta kaum miskin untuk kepentingan diri dan bahkan mungkin anak cucunya. Mereka takut keluarganya miskin, tanpa peduli orang lain menjadi miskin karena perbuatannya. Mereka memberi makan keluarganya dari kotoran dan kotoran itu menjadi darah bagi anak-anaknya. Bangsa ini berjalan dengan tubuh lemah. Ia lumpuh, digerogoti banyak penyakit. Soetrisno Bachir menawarkan obatnya: Singkirkan jauh-jauh rasa pesimistis, apatis, frustrasi, sinis, tak berdaya, rendah diri, dengki, dan su'dhon dari tubuh bangsa kita.

Soetrisno benar. Idul Adha tak sekadar mengeluarkan uang untuk membeli hewan kurban dan kemudian memberikannya kepada fakir miskin, tapi juga kerelaan kita berkurban untuk kepentingan orang banyak, menyingkirkan sinisme, dengki, dan su'dhon. Sebaliknya tetap berpikir optimistis, tidak apatis, dan tidak frustrasi. Nabi Ibrahim rela menyembelih anak tersayangnya, lalu mengapa kita sulit berkorban untuk kepentingan bangsa ini. Minimal, kita menahan diri untuk tidak melakukan tindakan buruk, mengambil yang bukan hak.

Ya Allah, maafkan kami. Terkadang kami merasa dapat melakukan segalanya, merasa semua yang Kau beri adalah milik kami. Kau contohkan keikhlasan Ibrahim dan Ismail, tapi kami hanya memotong seekor hewan kurban, setelah itu kami merasa menjadi orang sangat dermawan. Kami menyembah-Mu, tapi kami juga merampas harta anak yatim dan orang miskin. Kami percaya pada timbangan baik dan buruk -- dan menakarnya seimbang: membuat dosa dan mencari pahala. Kami terjebak dan membiarkan cinta pada dunia mengikat leher kami. Ya Allah, kami telah berlaku tidak adil: terus meminta pada-MU, tapi jarang memberi.

Resonansi Republika (http://www.republika.co.id)

Rabu, 11 Januari 2006

Tuesday, January 10, 2006

(Opi) Jauhilah Sifat Sombong (TRUE STORY)

Jauhilah Sifat Sombong (TRUE STORY)

Sembahlah Allah dan janganlah kamu mempersekutukan-Nya dengan sesuatu pun. Dan berbuat baiklah kepada dua orang ibu-bapa, karib-kerabat, anak-anak yatim, orang-orang miskin, tetangga yang dekat dan tetangga yang jauh, teman sejawat, ibnu sabil dan hamba sahayamu. Sesungguhnya Allah tidak menyukai orang-orang yang sombong dan membangga-banggakan diri, (QS. 4:36)

Dan janganlah kamu berjalan di muka bumi ini dengan sombong, karena sesungguhnya kamu sekali-kali tidak dapat menembus bumi dan sekali-kali kamu tidak akan sampai setinggi gunung. (QS. 17:37)

Dan janganlah kamu memalingkan mukamu dari manusia (karena sombong) dan janganlah kamu berjalan di muka bumi dengan angkuh. Sesungguhnya Allah tidak menyukai orang-orang yang sombong lagi membanggakan diri. (QS. 31:18)

Tiga ayat di atas sekedar menggambarkan bahwa kita sebagai manusia yang dhaif janganlah bersikap sombong karena hal itu sangat dimurkai Allah. Rasulullah SAW dan para sahabat dalam berbagai riwayat digambarkan sangat jauh dari sikap sombong ini dan sangat dekat dengan ummatnya (merakyat). Khalifah Abu Bakar bahkan membebaskan Bilal bin Rabbah dari budak. Khalifah Umar bahkan memanggul sendiri karung makanan dan mengantarkannya sendiri ke rumah ummatnya yang kelaparan.

Ini sangat berbanding terbalik dengan kondisi para petinggi kita sekarang yang tidak ada rasa empati sama sekali terhadap penderitaan rakyat. Di berbagai media bahkan seorang menteri berkata sombong, “kalau tak mampu ya jangan beli Elpiji” ketika diwawancarai masalah kenaikan harga Elpiji.

Hal-ikhwal masalah kesombongan ini penulis mempunyai pengalaman pribadi beberapa tahun lalu sekitar tahun 1995 â€" 996 ketika berteman dengan mas PB yang merupakan tetangga kos penulis. Karena berasal dari daerah yang sama dan sama-sama merantau di Jakarta barangkali kata yang tepat sebagai alasan kedekatan penulis dengan Mas BP ini. Di kamar kost yang berukuran kira-kira 3x4 m2 penulis tinggal berdua dengan teman sekantor, sementara Mas BP tinggal berdua dengan istrinya. Karena masih kost maka penulis dan Mas BP sering makan malam bareng di warung yang berada di sekitar kost-kostan. Pernah suatu ketika waktu makan sahur di warung hujan turun dengan lebatnya dan kebetulan tidak membawa payung, penulis dan Mas BP berdua berteduh di warung semi permanen yang bocor sana-sini. Sementara penulis membeli nasi 2 bungkus untuk makan sahur berdua di kamar, dan Mas BP juga membeli 2 bungkus untuk sahur berdua dengan istrinya. Mengingat waktu imsak yang sudah dekat kami terpaksa hujan2an pulang ke rumah. Barangkali ini pengalaman berkesan penulis dengan Mas BP. Selain dekat dengan Mas BP penulis juga ada mengenal dengan beberapa kerabat dan orang tuanya yang sering berkunjung ke Kost Mas BP. Mas BP sendiri berkerja di sebuah LSM milik ormas Islam yang dekat dengan Parpol besar.

Perkembangan selanjutnya, karena penulis pindah kerja maka mengharuskan penulis juga harus pindah tempat kost sehingga berpisah dengan Mas BP. Semenjak itu penulis tidak pernah kontak lagi dengan Mas BP, hingga suatu ketika di tahun 2000 penulis lihat Mas BP ada tampil di TV. Dan semenjak itu wajah Mas BP sering tampil di TV bak selebritis. Rupanya perkembangan mas BP sudah ada tampil sebagai anggota DPR parpol besar tsb. Kemudian info dari kerabat Mas BP yang penulis kenal, penulis dapat info no telp rumah Mas BP di kompleks DPR di Kalibata. Ketika penulis telp pengin bertemu Mas BP menyambutnya dengan baik dan memberi waktu. Pada hari yang dijanjikan penulis datang ke rumah dinas Mas BP, ketika membuka pintu Mas BP langsung memeluk saya. Penulis meluangkan waktu yang cukup lama di rumah Mas BP dengan berbincang berbagai hal. Tidak banyak yang berubah dengan Mas BP, sederhana dan tidak ada kesan sombong. Masih mau menerima kedatangan saya yang orang biasa dan menyambut cukup hangat. Ini barangkali pengalaman penulis berteman dengan Mas BP yang sekarang sudah menjadi tokoh nasional.

Pengalaman lain, di sekitar tahun 1992 penulis sewaktu masih kuliah bersama teman-teman pernah mengundang Pak Amien Rais untuk menjadi pembicara pada peringatan Isra’ Mi’raj. Beliau berkenan hadir di pengajian kampus yang mengambil tempat di salah satu ruangan kuliah yang saat itu hanya dihadiri sekira 50-an hadirin mahasiswa/wi dan beberapa orang dosen. Memang saat itu Pak Amien Rais hanya sebatas pengamat masalah timur tengah dan pengurus pusat PP Muhammadiyah serta anggota dewan pakar ICMI dan belum menjadi seperti sekarang.

Namun demikian setelah menjadi Ketua MPR pun tidak banyak berubah dari Pak Amien Rais ini, tetap sederhana dan masih mau bergaul dengan tukang becak, tukang cukur, dan masyarakat di sekitar kediamannya di Yogya. Pak Amien juga merupakan pejabat negara paling miskin dalam artian harta kekayaannya paling kecil dibanding dengan lainnya. Ketika penulis dan kawan-kawan bersilaturahim ke rumah dinas Pak Amien Rais di Widya Chandra disambut dengan hangat tanpa prosedur protokoler yang berarti.

Ini terkadang sangat ironi sekali dengan yang ada di sekeliling kita. Baru jadi Ketua RT atau RW saja sudah sombong (orang Betawi bilang BELAGU), dan sangat sulit ditemui dengan alasan sibuk dsb. Penulis juga punya pengalaman dengan rekan kerja penulis satu angkatan, yang pernah mengalami pendidikan yang sama. Mengaji dan jalan sering bareng dengan penulis. Sering teman tsb datang ke tempat kost penulis untuk mengajak jalan-jalan ke toko buku atau nonton film. Namun perkembangan teman penulis mendapat promosi kenaikan jabatan mendahului rekan-rekan seangkatan, kontan sikapnya menjadi berubah 180 derajat. Teman penulis tersebut sudah berubah total, tidak mau lagi bergaul dengan penulis atau dengan rekan-rekan lain seangkatan dan cenderung menjaga jarak. Kalaulah terpaksa harus bertemu, biacarapun seadanya dan sekedar basa-basi, tidak sehangat dan seakrab dulu lagi.

Kiranya peringatan Allah pada ayat di atas benar adanya agar kita selalu menjauhi sifat sombong.

Salam

(Opi) Jangan Meninggalkan Generasi yang Lemah (TRUE STORY)

Jangan Meninggalkan Generasi yang Lemah (TRUE STORY)

"Rabbana hablana min azwajina wadzurriiyatina qurrata 'ayun waj'alna lil muttaqina imaama"

Dan orang-orang yang berkata: "Ya Tuhan kami, anugerahkanlah kepada kami istri-istri kami dan keturunan kami sebagai penyenang hati (kami), dan jadikanlah kami imam bagi orang-orang yang bertakwa. (QS. 25:74)

Bertolak dari ayat di atas kiranya bisa dipahami bahwa Allah sudah mentakdirkan manusia mempunyai kecenderungan untuk mempunyai keturunan atau generasi yang paling tidak lebih baik dari dari sekarang. Oleh kerananya sudah menjadi tugas generasi sekarang untuk mempersiapkan secara baik generasi yang akan datang. Bermakna solusi dari semua itu ialah menyiapkan pendidikan yang up to date yang selalu menyesuaikan dengan perkembangan jaman.

Rasulullah SAW dalam beberapa riwayat juga menyirat hal yang sama agar kita selalu menyiapkan generasi kita yang sesuai dengan perkembangan jaman berbekal Imtaq dan Imtaq yang memadai sehingga bisa menjadi manusia paripurna di segala jaman. Berbakti kepada orang tua, negara dan agamanya.

Namun demikian kenyataan tidaklah semudah membalik tangan. Pengalaman penulis ketika bekerja di perusahaan multi nasional PMA yang didirikan oleh TMG seorang pengusaha pribumi membuktikan bahwa seorang tokoh kaliber nasional sekalipun ada yang tidak mampu alias gagal dalam menyiapkan generasi penerusnya.

Latar belakang TMG sendiri adalah dari kalangan bawah, pernah menjadi tentara saat revolusi fisik dan selanjutnya memilih keluar untuk melanjutkan pendidikan setelah periode orde lama. Bakat kewirausahannya sangat menonjol sehingga mendapat beasiswa kesempatan untuk melanjutkan study ke LN.

Sepulang dari LN mendirikan perusahaan dan beberapa kali jatuh bangun sampai akhirnya berpartner dengan mitra LN tempat belajar. dan berkembang pesat. Sebagai seorang muslim taat TMG sadar betul akan pentingnya pendidikan. Di perusahaannya didirikan semacam lembaga pendidikan atau training center yang selain mendidik para karyawannya juga menerima trainee dari berbagai macam perusahaan. Hal ini selaras dengan prinsip perusahaan yang selalu menyesuaikan diri dengan kemajuan jaman. Penulis sewaktu bekerja di sana juga beberapa kali mengikuti kursus di lembaga pendidikan tersebut.

Semasa kepemimpinan perusahaan dijabat oleh TMG perusahaan berkembang dengan pesat. Dengan leadership dan karakter yang kuat membuat TMG cukup disegani oleh mitra LN yang turut bekerja di perusahaan tersebut. TMG selalu menanamkan kedudukan yang sejajar antara staff lokal dan expat. Selain aktif sebagai pengusaha TMG juga pernah duduk di kursi DPR semasa orba. Kerana aktif sebagai politisi non partai pemerintah beberapa kali usaha business nya dicekal oleh pemerintah orba saat itu. Namun berkat keuletan dan kepemimpinanya yang kuat bisa melalui nya dengan selamat. Target utama TMG bermitra dengan LN adalah suatu saat akan mandiri dan lepas dengan mitra LN dengan mengandalkan seluruhnya staff lokal.

Di mata para karyawan, TMG boleh di kata sangat dicintai karyawan. Hampir semua kebijakannya sangat adil dan selalu mengutamakan karyawan. Karena menganggap bahwa karyawan adalah asset yang harus selalu dijaga dan dirawat. Segala fasilitas pokok untuk karyawan disediakan seperti perumahan, transportasi, kesehatan, dll. Pernah suatu ketika ditanya kenapa tidak banyak merekrut tenaga ahli (Engineer) di perusahaannya, dijawab, "dari pada saya mengangkat (memberi makan) 1 orang engineer lebih baik saya mengangkat (memberi makan) 5 orang lulusan SMA". Dari lulusan SMA saya bisa menciptakan sekelas engineer. Begitulah kiranya pemahanan beliau ini bahwa beliau lebih bangga bisa menghidupi 5 orang dengan gaji 500 ribu sebulan daripada 1 orang engineer dengan gaji 2.5 juta per bulan. Dalam kondisi sulit pun TMG tidak ada niat sedikit pun untuk melakukan PHK. Kondisi jeda waktu sepi order dimanfaatkan untuk pendidikan para karyawannya dan dengan melakukan penghematan dengan memotong gaji karyawan semua level.

Namun demikian rupanya Allah SWT berkehendak memanggil hambanya TMG lebih cepat. TMG meninggal karena sakit di usia 54 tahun. Selanjutnya kepemimpinan perusahaan digantikan oleh orang lokal kepercayaan beliau. Hal ini kerana putranya masih belajar di LN dan belum cukup usia dan pengalaman untuk memimpin sebuah perusahaan multi nasional.

Sekembali dari LN setelah lulus putra TMG mulai magang di perusahaan, dan 5 tahun kemudian diserahi tampuk kepemimpinan. Setelah kendali dipegang sang putra, mulai masuk para engineer baru untuk mensupport usahanya, dan mengangkat para kolega (kroni) nya untuk memegang posisi penting yang notabene tidak pernah berkeringat dalam membesarkan perusahaan. Kondisi ini sebenarnya cukup menyakitkan para karyawan mengingat banyak kader handal di internal perusahaan yang tidak dimanfaatkan.

Singkat kata kemudian, jalan perusahaan sudahlah tidak sesuai dengan apa yang dicita-citakan almarhum TMG. Bahkan kemudian saham TMG di perusahaan semakin berkurang dan segala kebijakannya didominasi mitra LN nya. Ini kerana kepemimpinan sang putra yang sangat lemah, juga sebagian besar top manajemen dijabat oleh koleganya yang notabene alumnus LN yang semua kebijakannya kurang berpihak kepada karyawan. Dalam perkembangan beberapa fasilitas untuk karyawan tingkat bawah seperti perumahan dihilangkan.

Kalau dilihat dari kacamata busines memang kondisi perusahaan secara kesluruhan dalam kondisi baik dan berkembang, namun bila ditengok dari kacamata seperti yang ditarget kan oleh almarhum TMG boleh dibilang GAGAL.

Kisah ini murni opini pribadi dan berdasarkan pengalaman penulis sebagai refleksi bahwa seorang tokoh kaliber nasional pun GAGAL dalam mempersiapkan generasi penerusnya, bagaimana dengan kita yang orang biasa ?? Wallahualam.

Salam

(Art) Haji & Pemberdayaan

Republika Online : http://www.republika.co.id

Koran » Resonansi

Jumat, 16 Desember 2005

Orang Miskin Tambah Banyak (7)

Haji & Pemberdayaan

Oleh : Zaim Uchrowi

"Mohon maaf dan doa. Insya Allah kami akan menunaikan ibadah haji." Kertas kecil bergambar Ka'bah itu sudah tergeletak di meja. Pengirim pesan itu, seorang kawan, segera berangkat berhaji. Di mata saya, ia sudah sangat layak menjalankan ibadah agung yang dicontohkan Rasulullah SAW sekali sepanjang hidupnya, yakni di tahun terakhir menjelang tutup usia. Dengan kualitas pribadinya, insya Allah tak sulit bagi kawan saya ini untuk dapat menjadi pribadi ideal seperti hasil yang diharapkan dari proses berhaji.

Dalam kesehariannya, ia telah beragama secara relatif kaffah. Ibadahnya tentu saja sudah sangat terjaga. Bukan hanya yang wajib, namun juga yang sunah termasuk ibadah malam. Alquran selalu menyertainya pergi. Ketika ada waktu luang, ia akan sempatkan diri menyimak kalam Tuhan. Ibadah horizontalnya juga sepadan dengan ibadah vertikalnya. Ia tak menutup rapat pintu rumahnya yang terletak di kompleks yang relatif atas. Secara rutin ia terus berbagi rezeki dengan orang-orang biasa di lingkungannya. Ia bukan sekadar seorang yang punya uang buat membiayai diri pergi berhaji, namun seorang yang telah mempunyai kematangan dalam hidup.

Bagi sosok seperti dia, haji akan menempati posisi yang semestinya. Yakni, sebagai ibadah puncak setelah kita menuntaskan seluruh ibadah lain secara relatif baik. Ibarat pendidikan formal, haji seperti program doktoral yang harus ditempuh setelah seseorang menamatkan seluruh sekolahnya dari SD hingga S-2 secara sah. Dengan posisi seperti itu, haji bukan semata wisata rohani (rihlah ruhiyah) seperti yang terjadi pada banyak orang lain, dan jelas bukan lagi ritual prestise apalagi politis. Berhaji akan menjadi proses penyempurnaan diri dengan meneladani sikap dan perilaku Ibrahim AS, seperti yang dicontohkan Rasulullah SAW.

Dalam Alquran (22:78) Allah SWT meminta kita berjihad dengan "sesungguhnya jihad." Bentuk jihad di situ adalah meneladani Ibrahim AS yang diistilahkan sebagai 'Bapak kalian'. Kita tahu, perjalanan hidup Ibrahim AS adalah perjalanan membebaskan diri dari berbagai bentuk penjajahan. Perjalanan itu adalah perjalanan menjadi manusia 100 persen merdeka. Hanya manusia merdeka yang akan mampu mengatasi persoalan hidupnya. Hanya manusia merdeka yang dapat meraih sukses sejati. Hal tersebut akan terwujud bila kita mampu menyingkirkan segala bentuk keterjajahan diri sendiri dengan bergantung HANYA pada Sang Khalik. Ibrahim AS telah membuktikan itu. Ia bebaskan diri dari penjajahan berupa pengagungan berhala. Ia bebaskan diri dari penjajahan logika bahwa seorang ibu dan bayi kecilnya pasti akan mati kering bila ditinggalkan di tengah lembah gurun tanpa penaung, tanpa sebutir makanan dan setetes minuman pun. Ia hanya berpegang pada satu keyakinan: ada Tuhan yang tak akan membiarkan hambanya yang baik serta bersungguh-sungguh dalam berusaha. Dengan satu modal itu, Ibrahim AS menjadi manusia merdeka. Menjadi manusia sukses sejati.

Menjadi merdeka adalah kunci kejayaan. Karena itu, setiap orang harus merdeka. Kemerdekan itu tidak akan tercapai bila manusia masih menuhankan apa pun (termasuk paham keberagamaannya sendiri) selain Allah SWT. Manusia sejati adalah manusia yang terbebas dari bayang-bayang apa pun. Itulah nilai dasar Islam. Paulo Freire mengingatkan bahwa persoalan kemanusiaan termasuk kemiskinan adalah persoalan keterjajahan. Pembebasan manusia menjadi merdeka merupakan solusinya. Ibrahim AS, sekali lagi, sudah membuktikan itu. Dan berhaji adalah peneladanan terhadap bukti sejarah tersebut. Berkesadaran penuh meneladani Ibrahim AS dalam berhaji merupakan proses penyempurnaan diri sebagai manusia. Bila terwujud, hasilnya adalah manusia dengan karakter ith'amut tha'am wa liinul kalam. Manusia yang akan selalu memberdayakan orang lain hingga mampu memenuhi nafkahnya sendiri. Manusia seperti itu juga akan selalu bijak dalam berkata-kata.

Orang miskin tambah banyak (OMTB). Di Jawa Barat saja, saban tahun jumlah warga miskin bertambah sekitar 100 ribu keluarga. Belum lagi di wilayah lainnya. Itu persoalan sangat serius. Ibadah haji tahun ini semoga tak sekadar menjadi ibadah pengguguran kewajiban, melainkan punya makna mendalam bagi pembebasan kaum miskin untuk menjadi orang berdaya. Spirit haji punya arti besar pemberdayaan tersebut. Maka, saya merasa perlu berdoa untuk kawan itu, juga buat Anda semua yang berhaji tahun ini, semoga dapat berhaji sebenar-benarnya buat meneladani Ibrahim AS.

(Cat) Shalat Ied di Offshore

Hari ini, Selasa, 10 Januari 2006 M bertepatan dg tarikh 10 Dzulhijjah 1426 H. Bermakna hari ini adalah hari suci ummat islam sedunia yg merayakan Idul Adha. Bermakna pula Ummat Islam melakukan ritual Ibadah Shalat Ied dan penyembelihan Qurban. Pada hari ini pula sekira 3 juta Ummat Islam sedunia berkumpul di tanah suci Makkah Al-Mukarramah utk menunaikan Rukun Islam ke-5 yaitu Ibadah Haji bagi yg mampu secara fisik dan mental.

Pada hari ini pula utk kali ke-2 saya melaksanakan Shalat Ied diluar rumah atau diluar daerah kediaman saya di Jakarta. Tahun lalu saya melaksanakan Shalat Ied di Cilacap, dan kali ini saya melaksanakan Shalat Ied di Echo F/S, yaitu di salah satu platform yg terletak di Laut Jawa, kira-kira 20 km dari garis pantai wilayah bagian barat Kabupaten Indramayu Jawa Barat.

Shalat Ied dimulakan sekira pukul 06.30 WIB, dan berakhir satu jam kemudian mengambil tempat di deck 4 (paling atas) Echo F/S.

Utk merayakan Hari Raya Iedul Adha, berikut ada tulisan lama yg cukup bagus mengenai sejarah Shalat Ied di lapangan.

Salam

Cukilan Sejarah Terpendam:

Idul Fithri di Indonesia sebagai Show of Force Ummat Islam*)

Sebulan lamanya sepanjang Ramadhan yang mulia, kaum muslimin berada dalam gemblengan Ilahi menunaikan perintah puasa, menata dirinya agar menjadi insan yang bertaqwa dan taat kepada titah perintah Khaliq-Nya.

Dalam bulan suci itu kaum muslimin berjuang dengan mensucikan jiwa- raganya agar bersih dari debu-debu dosa yang selama ini mungkin melekat pada rohani dan jiwa mereka. Dan sebulan lamanya beramai-ramai mengabdi kepada Ilahi, berduyun-duyun datang ke masjid-masjid, langgar-langgar, dan mushalla untuk melakukan shalat tarawih dan witir serta mendengarkan ceramah ramadhan yang disampaikan oleh para Da'I dan Mubaligh. Dengan gemblengan "Sekolah Ramadhan" yang berkah itu, jiwa kaum muslimin menjadi kuat dan terlatih, menjadi kompak dan bersatu bahu membahu mematuhi perintah Ilahi. Dan dengan jiwa yang bersih suci kompak berstau itu kaum muslimin pada akhir Ramadhan melahirkan kegembiraan mereka keluar rumah di pagi hari raya yang permai berseri menjalankan Syariat Shalat Idul Fithri menuju lapangan yang luas sebagai tasyakur dan unjuk kekuatan, bagaikan tentara yang kembali dari medan perang yang dahsyat dengan membawa kemenangan yang gilang gemilang, MINAL 'AIDIN WAL FAIZIIN TAQABALALLAHU MINNA WA MINKUM.

Jiwa Baru "Sekolah Ramadhan" yang hanya sebulan lamanya itu mebawa berkah yang menakjubkan bagi kaum muslimin. Ia telah menumbuhkan pada diri kaum muslimin semangat dan jiwa baru yang berkobar-kobar, sehat dan segar bugar yang siap maju ke depan di segala arena dan sektor medan juang.

Sunnah Rasulullah Menurut Sunnah Rasulullah, Shalat Idul Fithri itu memang lebih baik diadakan di lapangan terbuka. Dan beliau amat jarang mengadakannya di masjid, kecuali hari hujan. Sebab berbaris bershaf-shaf di lapangan terbuka akan menambah syiarnya upacara shalat Hari Raya dan sekaligus unjuk kekuatan kepada lawan yang selama ini menjadi penarung dan batu penghalang bagi semaraknya agama Islam. Demikianlah yang dilakukan Rasulullah sampai akhir hayat beliau di Madinah.

Idul Fithri di Indonesia Shalat Idul Fithri di tanah air kita Indonesia mempunyai sejarah yang unik, karena pada umumnya kaum muslimin Indonesia sebelum tahun 1930 melakukannya hanya di masjid-masjid, tidak di lapangan terbuka. Ini disebabkan antara lain adanya rintangan dari pemerintah Kolonial Belanda untuk melakukannya di lapangan-lapangan terbuka. Tetapi apakah rintangan itu akan dibiarkan terus menjadi penghalang ? Tidak !

SI Pelopor dalam Agama Waktu itu Syarikat Islam (PSII) adalah satu-satunya partai politik Islam yang menjadi pelopor dalam politik dan pelopor dalam agama. Pergerakan rakyat di waktu itu mengalami tekanan yang amat berat dari pemerintah Kolonial Belanda. Tetapi justru dalam situasi dan kondisi yang sedemikian itu pulalah orang menilai kepemimpinan dari tokoh-tokoh pergerakan yang sejati. SI mencoba menembus halangan yang dibuat oleh pemerintah Kolonial Belanda dan sekaligus test case bagi jiwa dan semangat ummat sampai di mana keberanian mereka untuk menerapkan ajaran agama di hadapan mata lawan-lawan mereka yang senantiasa memandang dengan mata yang penuh kecurigaan.

Demikianlah Pucuk Pimpinan SI pada tahun 1931 menginstruksikan kepada SI Cabang Bandung supaya mengadakan Shalat Hari Raya di lapangan terbuka sambil menjelaskan bahwa yang akan bertindak sebagai Khatibnya adalah tidak tanggung-tanggung, yaitu AM. Sangaji, Presiden Lajnah Tanfidziyah PSII sendiri, yang terkenal sebagai singa mimbar SI di samping HOS. Cokroaminoto. Tetapi yang sudah jelas, bahwa melaksanakan instruksi Laznah Tanfidfziyah SI tidaklah gampang, kerena harus melalui ijin pihak yang berwajib terlebih dahulu. Apalagi hal itu suatu hal yang belum pernah terjadi dan sungguh ditakuti akibatnya oleh pemerintah Kolonial itu sendiri.

Walaupun ijin telah diminta, tetapi surat ijin dan pemberitahuan tidak juga kunjung datang, sedang waktu sudah makin mendesak, dan hari raya telah hampir tiba.

Jasa tak terduga seorang Intelek Muslim Syafei Wirakusumah (83 tahun), pimpinan SI Cabang Bandung yang waktu itu bertugas selaku ketua pelaksana Shalat 'Ied, bekerja dengan keras untuk mendapatkan ijin. Dan pada suatu petang ia berjalan-jalan di tengah kota, tiba-tiba ada orang yang menyapa, "hendak kemana dan apa gerangan yang sedang dipikirkansambil berjalan-jalan di petang hari ini ?". "Saya berfikir bagaimana caranya supaya cepat keluar ijin Shalat 'Ied yang akan dilangsungkan di lapangan Tegal Lega Bandung itu ?", Jawab Syafei tegas. "Apakah anda kenal dengan Prof. Kamal Schoemaker dosen THS (sekarang ITB) ? Cobalah datang ke rumah beliau, mungkin beliau dapat membantu dan menunjukkan jalan !", tukas orang yang baik itu sambil memberi harapan kepada Ketua Panitia. Syafei, Ketua Panitia menuju rumah Prof. Kamal Schoemaker seorang yang belum dikenalnya. Tetapi diluar dugaan, bahwa intelektual yang berkebangsaan Belanda itu rupanya seorang muslim yang taat kepada agamanya. "Demikian ramah dan simpatik", kata Syafei kepada penulis ketika mengungkapkan kenangannya kepada peristiwa sejarah masa lalu itu. Sarjana Muslim yang taat itu ketika dijelaskan kepadanya maksud "Syarikat Islam" akan melaksanakan Shalat Ied di lapangan "Tegal Lega" dengan sepontanitas yang mengejutkan mendukung dan merestui maksud yang mulia itu. Ia malah mendukung dengan moral dna material.

Terbukti sebentar itu kuga ia angkat gagang telephone dan menghubungi Tuan Residen Bandung. Karena mungkin dianggapnya Residen turut menghalangi keluarnya ijin dari yang berwajib atau bahkan tidak diijinkan sama sekali. Tidak puas dengan itu, ia membuat telegram kepada Gubernur Jendral yang bersemayam di Bogor waktu itu itu atas nama dirinya dan dengan ongkosnya, tetapi aia minta tolong kepada panitia untuk melaksanakannya segera.

Dan saat Panitia meminta ijin pulang, karena apa yang dimaksud telah tercapai dan hari telah menjelang maghrib, maka sang Profesor masih menahan lagi tamunya, karena beliau masih ingin shalat berjamaah dengan tamu- tamunya itu di mushalla khusus yang terletak di dalam rumahnya itu.

Shalat 'Ied yang pertama di lapangan Bila Hari Raya telah datang, maka penduduk kota Bandung berduyun- duyun ke lapangan "Tegal Lega" dengan hati yang girang-gembira serta semangat yang berkobar-kobar untuk menunaikan Shalat 'Ied beramai-ramai, apalagi khutbah 'Ied dibawakan oleh tokoh pergerakan yang populer di masa itu, AM. Sangaji.

Alangkah bahagianya kaum muslimin Bandung sepagi hari itu, mereka mengadakan "Show of Force" unjuk kekuatan kepada lawan-lawannya, dan juga memperlihatkan kepada pemerintah Kolonial Belanda bahwa bagaimanapun beratnya tindasan dan tekanan, ummat Islam tidak gentar dan tetap akan melawan dan akan menuntut hak-hak asasinya sebagai makhluk Allah yang harus duduk sama rendah, tegak sama tinggi dengan bangsa-bangsa lain di dunia.

Ketua Panitia dipanggil PID Shalat 'Ied yang merupakan Show of Force yang pertama kali dalam sejarah keagamaan itu membuat Belanda terutama pemerintah setempat menjadi geger dan ketakutan. Ketua Panitia dipanggil Kepala Polisi (PID) bandung, dijemput dengan kendaraan polisi yang berbentuk perahu itu. Setelah tiba di kantor polisi terjadi dialog berikut: "Kenapa tuan berani mengirim kawat telegram kepada Gubernur Jendral di Bogor ?", tanya Kepala Polisi. "Memang saya yang mengirimkan, tetapi itu adalah atas saran Prof. Kamal Schoemaker, dan kata-katanya pun beliau sendiri yang menuliskannya", jawab Ketua Panitia. "Lain kali jangan dibuat lagi ya !", sahut Kepala Polisi.

Syafei Wirakusumah yang telah siap waspada untuk ditangkap Belanda waktu itu pulang dari kantor polisi dengan wajah girang berseri-seri, karena hasil usahanya sukses besar, dan anehnya ia pulang dari kantor polisi dengan mengantongi uang, yang oleh Kepala Polisi berkebangsaan Belanda itu dikatakannya untuk mengganti ongkos telegram yang dikirim panitia kepada Gubernur Jendral.

Bukan saja panitia yang bergembira atas hasil usahanya itu., tetapi tidak kurang dari itu adalah intelektual muslim yang brilliant itu sendiri, Prof. Kamal Schoemaker.

Dan untuk memperlihatkan kegembiraan hatinya, dengan memakai jubahnya yang khas pada hari baik dan bulan baik itu kini ia balik berkunjung ke rumah Ketua Panitia Shalat 'Ied yang gigih itu, Syafei Wirakusumah, sambil mengucapkan, "Selamat Hari Raya!". Dan peristiwa bersejarah itu terjadi pada tahun 1931 sebagai awal pertama kaum muslimin Indonesia memulai Shalat 'Ied di lapangan terbuka.

Demikian sekelumit sejarah dan kisah terpendam yang patut dicatat oleh generasi islam masa kini dan masa mendatang.

Cuma sedikit pertanyaan di hati dalam hati kita, apakah pemimpin- pemimpin Syarikat Islam masa kini masih mempunyai semangat kepeloporan untuk menegakkan ajaran-ajaran Islam di tengah-tengah masyarakat seperti yang dimiliki para pendahulu mereka ? Dan apakah para pemimpin Islam pada umumnya masih mempunyai keberanian dan moril untuk berjuang menegakkan kebenaran dan keadilan seperti apa yang dimiliki para pemimpin di jaman Kolonial dulu ?

Sekianlah, MINAL 'AIDIN WAL FAIZIIN WA ANTUM BI KHAIRIN FI KULLI 'AMIN ! SELAMAT HARI RAYA 'IDUL FITHRI, MOHON MAAF LAHIR DAN BATHIN.

*) Firdaus, KH. AN, Panji-Panji Dakwah, CV. Pedoman Ilmu Jaya, Jakarta 1991

Monday, January 09, 2006

(Art) Kurban dan Etos Kedermawanan

Koran » Resonansi Senin, 09 Januari 2006
Oleh : Ahmad Tohari
Lama tidak ada kontak, kemarin ikhwan Muhajir, santri metropolitan itu, kirim pesan pendek. Isinya berkaitan dengan Hari Raya Kurban yang akan jatuh Selasa besok. "Semangat berkurban lewat sapi/kambing belum/tidak terwujud dalam kehidupan sehari-hari.
Yg ada semangat menang sendiri, saling sikut/menjatuhkan. Dimana/apa permasalahannya?" Kemudian, seolah-olah tanpa peduli terhadap pesan singkat Muhajir itu saya balik bertanya. "Para korban bencana alam di Banjarnegara sungguh menyedihkan. Sampeyan tidak lupa membantu mereka?" Dan jawab ikhwan Muhajir, "Insya Allah sudah."
Untung ikhwan Muhajir menjawab sudah membantu para korban itu. Jadi dia insya Allah termasuk kelompok sedikit orang yang jiwanya sudah terpoles oleh semangat berderma seperti diajarkan oleh Nabi Ibrahim melalui ritus pemotongan hewan kurban yang kemudian dilestarikan dalam syariat Islam. Namun seperti pertanyaan Muhajir dalam awal tulisan ini; mengapa semangat berkurban pada umumnya belum terwujud dalam perilaku sehari-hari? Pertanyaan ini pasti muncul dari kenyataan bahwa egoisme dan individualisme masih bahkan makin berkembang di tengah masyarakat.
Sebaliknya, setia kawan, gotong royong, dan semangat memberi malah makin jauh dari kehidupan. Jangankan watak suka memberi, sekadar perilaku jujur, tidak suka mengambil hak orang lain bahkan kini menjadi hal yang jarang bisa ditemukan di tengah masyarakat. Bila kenyataannya demikian, apa masalahnya? Apa atsar-nya ajaran yang disampaikan melalui ritus potong hewan kurban?
Itulah pertanyaan ikhwan Muhajir yang mungkin mewakili unek-unek banyak orang kritis lainnya. Dan bila saya harus menjawab pertanyaan itu maka saya hanya bisa menyitir ucapan almarhum Dr Nurcholish Madjid. Bahwa keberagaman kita masih sangat didominasi oleh penghayatan simbolistik tak terkecuali terhadap ritus pemotongan hewan kurban. Jelasnya, ritus ini yang seharusnya dihayati hanya sebagai simbol, malah dianggap sebagai makna alias tujuan. Maka ketika orang sudah menjalankan perintah potong hewan kurban, selesailah semuanya. Karena menganggap sebagai tujuan dia tidak merasa perlu mencari makna yang tersembunyi di balik simbol potong hewan kurban itu.
Padahal bila cukup kritis kita bisa bertafakur, mengapa Allah SWT mengganti Ismail dengan seekor domba jantan untuk dikurbankan dengan cara disembelih? Apakah Allah SWT tidak konsisten dengan sabdaNya? Pastilah tidak demikian. Yang lebih masuk akal, pertama, karena dengan perintah menyembelih Ismail, Allah SWT hanya ingin menguji kesetiaan Ibrahim dan menguji masih adakah egoisme dalam dirinya. Dan Ibrahim lulus. Kemudian, kedua, Allah SWT hendak menjelaskan bahwa bukan Dia melainkan manusialah yang akan mengambil manfaat adanya amal kurban itu. Maka digantilah Ismail dengan seekor domba jantan agar dagingnya bisa dinikmati manusia.
Meskipun demikian semua ini tentulah masih bersifat simbol karena perintah potong hewan kurban hanya jatuh sekali dalam satu tahun. Apakah arti membagikan daging setahun sekali bila orang-orang miskin yang butuh pertolongan kita ada di mana-mana dan mereka memerlukan perbaikan gizi saban hari? Ini sama dengan perintah membayar zakat fitrah; apalah arti pemberian 2,5 kilogram beras kepada orang miskin bila hanya terjadi setahun sekali?
Maka baik perintah memotong hewan kurban maupun perintah membayar zakat fitrah mestinya hanya dipahami sebagai sebuah simbol yang bertujuan menumbuhkan sikap yang lebih maknawi yaitu menumbuhkan watak senang berkurban atau etos kedermawanan. Seseorang yang sudah memiliki etos ini tidak hanya senang berkurban atau suka memberi. Lebih jauh lagi, orang yang sudah punya etos kedermawanan tidak akan suka menjadi pihak 'tangan di bawah'. Dan lebih tidak suka menjadi pengambil hak orang lain maupun hak masyarakat atau korupsi.
Tapi di tengah masyarakat kita sering ada koruptor yang dermawan dan juga senang memotong hewan kurban. Ini bagaimana? Yah, berderma dan berkurban dengan harta yang tidak halal tidak akan ada manfaatnya bagi yang bersangkutan. Dia hanya penipu. Dan Allah SWT tidak akan bisa ditipu oleh seorang munafik yang paling canggih sekalipun.
Nah, besok akan banyak orang memotong hewan kurban. Selamat, semoga amal ini menjadi awal tumbuhnya etos kedermawanan. Dan dengan etos yang tumbuh dari kesadaran suka berkurban itu akan banyak sekali manusia menderita tertolong. Mudah-mudahan para korban bencana di Jember, Banjarnegara dan tempat-tempat lain segera merasakan buah ajaran kurban yang tidak hanya dimaknai secara formal belaka.

(Opi) Jangan Takut di PHK

Bagi yang belum pernah di PHK bersyukurlah, tapi kalau yang sudah pernah dan mau akan di PHK rasanya memang menyakitkan. Tetapi begitulah adanya, dunia ini memang kejam dan kurang berpihak kepada yang lemah. Namun demikian janganlah berputus asa, selalu berlindung kepada Allah SWT. Jangan sekali-kali menganggap bahwa rezeki kita hanya berasal dari majikan (company). Boleh jadi Allah memang mempunyai rencana lain atas diri kita.

Sebagaimana firman Allah dalam Al-Quran 2:216 yang artinya, " ………… Boleh jadi kamu membenci sesuatu (di PHK dari company), padahal ia amat baik bagimu, dan boleh jadi (pula) kamu menyukai sesuatu (tetap bekerja di company), padahal ia amat buruk bagimu; Allah mengetahui, sedang kamu tidak mengetahui".

Barangkali kalau banyak orang memahami ayat tersebut mungkin kejadian penganiayaan thdp majikan, kasus pelemparan bom molotov akibat di PHK kemaren tidak akan terjadi. Banyak kasus justru setelah di PHK orang tersebut semakin termotivasi untuk maju. Orang-orang sukses biasanya banyak mengalami kegagalan di awal.

Pengalaman Pak Paul Arden di bawah bolehlah dijadikan contoh. Saya sendiri kurang lebih mempunyai pengalaman hampir mirip dengan Pak Arden ini, setiap kali di PHK justru mendapat tempat yang lebih baik. Pengalaman saya di PHK 3 kali, yang pertama kerana ada divisi dilikuidasi dus kerana ada baru satu tahun bekerja tidak mendapat sangu yang berarti, yang kedua kerana ada berantem dengan staff senior Jepun dus saya dipaksa resign oleh HRD, tapi saya menolak. Hingga saya tantang boleh saya keluar tetapi dikasih sangu, dan kemudian saya keluar dengan sangu yang cukup lumayan untuk masa kerja 2 tahun. Yang terakhir memang company tidak mau melanjut usaha sehingga saya musti dilikuidasi, dan ini pun disangoni yang lumayan juga sih ……….

Akhirul kalam ….. Janganlah pernah buruk sangka terhadap Allah, tetap berpikir positif dan selalu berdoa.

Salam

Ini ada artikel bagus dari Gatra.

PHK

SEORANG putra kolega Mpu Peniti kena PHK. Padahal, orangnya lugu, jujur, dan penuh pengabdian. Ia telah bekerja 10 tahun di perusahaan itu, dari posisi junior. Tidak pernah mengeluh kalau disuruh lembur. Kadang dibayar, kadang tidak. Ia tipe pegawai yang percaya pada kredo komitmen dan loyalitas.

Tapi, apa mau dikata, dua tahun lalu, perusahaan tempat bekerja putra kolega Mpu Peniti itu ganti pemilik. Si pemilik baru berhitung cepat. Lebih murah membayar PHK dan pesangonnya, lalu mengambil tenaga kerja baru yang jauh lebih muda dan murah. Tak mengherankan kalau Mpu Peniti sangat geram dan marah.

Dalam sebulan terakhir ini, selalu saja ada cerita tentang PHK. Perusahaan berjuang mati-matian untuk mengirit ongkos. Harga BBM yang melambung berdampak ke mana-mana. Pegawailah yang dijadikan korban.

Seorang eksekutif periklanan mengeluh bahwa bujet iklan tahun depan kelihatannya bakal menyusut drastis. Perusahaannya terpaksa tiarap. Konon, banyak perusahaan periklanan yang juga mulai memangkas karyawannya dan melakukan PHK. Hal yang sama berlanjut ke media. Beberapa media yang masih merugi sekarang terancam bangkrut.

Tapi PHK bukan soal ekonomi dan angka semata. Luka dan memarnya bisa jauh lebih dalam. Seorang teman saya yang baru saja di-PHK menjadi pemurung, pemarah, dan kehilangan semangat hidup. Konon, anaknya tidak mau menyapa dirinya selama sebulan lebih. Bagi anaknya, ia mirip pecundang yang kalah dan tereliminasi. Di mata anaknya, ia merasa telah kehilangan martabat dan harga diri. Bayangkan, apa jadinya kalau hal yang sama terjadi pada 100.000 orang yang kena PHK.

Almarhum Bapak M.S. Kurnia, pendiri Hero Pasar Swalayan, pernah menasihati saya. Menurut beliau, mengelola pegawai ibarat memiliki sekeranjang jeruk. Ada yang manis, ada yang masam, dan ada pula yang tidak bisa dimakan. Penampilannya ada yang bagus, ada pula yang peot-peot. Jeruk yang manis dan penampilannya baik bisa langsung dijual. Yang masam mungkin harus disimpan beberapa hari sampai kadar masamnya pudar. Sedangkan yang peot-peot bisa diolah menjadi jus.

Secara singkat, Bapak M.S. Kurnia menasihati bahwa pegawai itu harus menjadi sumber daya usaha kita. Masalah kualitasnya berbeda-beda adalah tantangan kita untuk memberdayakan mereka seluruhnya di posisi yang berbeda-beda. Tentu saja, nasihat Bapak M.S. Kurnia itu adalah sesuatu yang ideal.

Padahal, zaman sekarang, kondisi ekonomi yang berubah terus-menerus kadang membuat pengusaha panik. Daripada bangkrut, lebih baik tidak bijaksana. Ini naluri alamiah demi kelangsungan hidup. Jadi, jangan salahkan pengusaha kalau mereka melakukan PHK.

Saya cenderung memilih pendapat Mpu Peniti. Kata beliau, alam semesta ini diciptakan oleh Tuhan dengan tujuan sangat baik dan sempurna. Apa pun yang terjadi di alam semesta adalah bagian dari tujuan yang sangat baik itu.

Paul Arden, bekas eksekutif di Saatchi & Saatchi dan penulis buku It's Not How Good You Are, It's How Good You Want To Be, menulis bahwa selama kariernya ia pernah dipecat lima kali. Dan setiap kali dipecat, ia selalu berhasil naik ke tangga karier lebih tinggi, dan seterusnya. Bagi Paul, PHK adalah motivasinya untuk naik.

Setiap kali di-PHK, ia merasa perusahaan yang bersangkutan tidak berjodoh dengan dirinya, sehingga ia merasa perlu masuk ke perusahaan lain. Sikap Paul Arden memang sangat positif. Tapi tidak setiap orang bisa menjadi seperti Paul Arden.

Buat saya sendiri, motivasi terbaik justru saya dapatkan dari Bapak M.S. Kurnia. Beliau pernah menasihati saya, "Kalau kamu tidak mau dipecat orang, belajarlah memecat dirimu sendiri."

Konon, di balik awan akan selalu ada pelangi. Selamat Tahun Baru 2006. Be rich!

peka@indo.net.id

[Intrik, Gatra Nomor 6 Beredar Senin, 19 Desember 2005]

(Cat) Echo Flow Station

Hari ini Senin, 09-Jan-2006 posisi saya berada di Echo Platform. Saya berangkat ke Echo Platform Jumat, 06-Jan-2006 pukul 07.30 dari Marunda Jetty by Maleo (Crew boat for Echo F/S). Landing at Echo sekira pukul 13.30, dan seperti biasa langsung melapor ke radio room dan safety induction trus diberi T-Card dan ditempat di room 108. Setelah makan siang, dilanjut dg field orientation/survey dan kemudian diadakan Pre-Job meeting pukul 17.00 utk pekerjaan besok. Sabtu, 07-Jan-2006 pekerjaan dimulai dg mob material dan install scaffolding di E-Comp dg progress 60 %. Minggu, 08-Jan-2006 pekerjaan melanjutkan install scaffolding dan mob material habitat to E-Comp. Install scaffolding complete 100% dan dilanjut dg remove riser bolting dan complate 100%. Senin, 09-Jan-2009, pekerjaan tidak bisa dilakukan kerana ada cuaca buruk, ombak tinggi dan angin kencang sehingga scaffolding board hilang separoh terbawa ombak. Rencana pekerjaan hari ini adalah install habitat dan install & welding new support, cutting & remove old support, cold cutting riser. Dan kalau memungkinkan waktunya akan dilanjut dg bevelling, install new flange & welding, sekalian dg NDT. Catatan: Echo Flow Station ini dibangun oleh ARCO pada tahun 1971 (wis tuwa ya ...), dan posisinya kira-kira di dekat pantai wilayah Indramayu bagian barat. Kira-kira jaraknya sekitar 15 - 20 km dari garis pantai, yg jelas daratan tidak kelihatan dari platform ini. Demikian, ini tulisan pertama utk Catatan Si Eko. Salam Echo F/S, 09-Jan-2006 09.21 am