Monday, January 09, 2006

(Opi) Jangan Takut di PHK

Bagi yang belum pernah di PHK bersyukurlah, tapi kalau yang sudah pernah dan mau akan di PHK rasanya memang menyakitkan. Tetapi begitulah adanya, dunia ini memang kejam dan kurang berpihak kepada yang lemah. Namun demikian janganlah berputus asa, selalu berlindung kepada Allah SWT. Jangan sekali-kali menganggap bahwa rezeki kita hanya berasal dari majikan (company). Boleh jadi Allah memang mempunyai rencana lain atas diri kita.

Sebagaimana firman Allah dalam Al-Quran 2:216 yang artinya, " ………… Boleh jadi kamu membenci sesuatu (di PHK dari company), padahal ia amat baik bagimu, dan boleh jadi (pula) kamu menyukai sesuatu (tetap bekerja di company), padahal ia amat buruk bagimu; Allah mengetahui, sedang kamu tidak mengetahui".

Barangkali kalau banyak orang memahami ayat tersebut mungkin kejadian penganiayaan thdp majikan, kasus pelemparan bom molotov akibat di PHK kemaren tidak akan terjadi. Banyak kasus justru setelah di PHK orang tersebut semakin termotivasi untuk maju. Orang-orang sukses biasanya banyak mengalami kegagalan di awal.

Pengalaman Pak Paul Arden di bawah bolehlah dijadikan contoh. Saya sendiri kurang lebih mempunyai pengalaman hampir mirip dengan Pak Arden ini, setiap kali di PHK justru mendapat tempat yang lebih baik. Pengalaman saya di PHK 3 kali, yang pertama kerana ada divisi dilikuidasi dus kerana ada baru satu tahun bekerja tidak mendapat sangu yang berarti, yang kedua kerana ada berantem dengan staff senior Jepun dus saya dipaksa resign oleh HRD, tapi saya menolak. Hingga saya tantang boleh saya keluar tetapi dikasih sangu, dan kemudian saya keluar dengan sangu yang cukup lumayan untuk masa kerja 2 tahun. Yang terakhir memang company tidak mau melanjut usaha sehingga saya musti dilikuidasi, dan ini pun disangoni yang lumayan juga sih ……….

Akhirul kalam ….. Janganlah pernah buruk sangka terhadap Allah, tetap berpikir positif dan selalu berdoa.

Salam

Ini ada artikel bagus dari Gatra.

PHK

SEORANG putra kolega Mpu Peniti kena PHK. Padahal, orangnya lugu, jujur, dan penuh pengabdian. Ia telah bekerja 10 tahun di perusahaan itu, dari posisi junior. Tidak pernah mengeluh kalau disuruh lembur. Kadang dibayar, kadang tidak. Ia tipe pegawai yang percaya pada kredo komitmen dan loyalitas.

Tapi, apa mau dikata, dua tahun lalu, perusahaan tempat bekerja putra kolega Mpu Peniti itu ganti pemilik. Si pemilik baru berhitung cepat. Lebih murah membayar PHK dan pesangonnya, lalu mengambil tenaga kerja baru yang jauh lebih muda dan murah. Tak mengherankan kalau Mpu Peniti sangat geram dan marah.

Dalam sebulan terakhir ini, selalu saja ada cerita tentang PHK. Perusahaan berjuang mati-matian untuk mengirit ongkos. Harga BBM yang melambung berdampak ke mana-mana. Pegawailah yang dijadikan korban.

Seorang eksekutif periklanan mengeluh bahwa bujet iklan tahun depan kelihatannya bakal menyusut drastis. Perusahaannya terpaksa tiarap. Konon, banyak perusahaan periklanan yang juga mulai memangkas karyawannya dan melakukan PHK. Hal yang sama berlanjut ke media. Beberapa media yang masih merugi sekarang terancam bangkrut.

Tapi PHK bukan soal ekonomi dan angka semata. Luka dan memarnya bisa jauh lebih dalam. Seorang teman saya yang baru saja di-PHK menjadi pemurung, pemarah, dan kehilangan semangat hidup. Konon, anaknya tidak mau menyapa dirinya selama sebulan lebih. Bagi anaknya, ia mirip pecundang yang kalah dan tereliminasi. Di mata anaknya, ia merasa telah kehilangan martabat dan harga diri. Bayangkan, apa jadinya kalau hal yang sama terjadi pada 100.000 orang yang kena PHK.

Almarhum Bapak M.S. Kurnia, pendiri Hero Pasar Swalayan, pernah menasihati saya. Menurut beliau, mengelola pegawai ibarat memiliki sekeranjang jeruk. Ada yang manis, ada yang masam, dan ada pula yang tidak bisa dimakan. Penampilannya ada yang bagus, ada pula yang peot-peot. Jeruk yang manis dan penampilannya baik bisa langsung dijual. Yang masam mungkin harus disimpan beberapa hari sampai kadar masamnya pudar. Sedangkan yang peot-peot bisa diolah menjadi jus.

Secara singkat, Bapak M.S. Kurnia menasihati bahwa pegawai itu harus menjadi sumber daya usaha kita. Masalah kualitasnya berbeda-beda adalah tantangan kita untuk memberdayakan mereka seluruhnya di posisi yang berbeda-beda. Tentu saja, nasihat Bapak M.S. Kurnia itu adalah sesuatu yang ideal.

Padahal, zaman sekarang, kondisi ekonomi yang berubah terus-menerus kadang membuat pengusaha panik. Daripada bangkrut, lebih baik tidak bijaksana. Ini naluri alamiah demi kelangsungan hidup. Jadi, jangan salahkan pengusaha kalau mereka melakukan PHK.

Saya cenderung memilih pendapat Mpu Peniti. Kata beliau, alam semesta ini diciptakan oleh Tuhan dengan tujuan sangat baik dan sempurna. Apa pun yang terjadi di alam semesta adalah bagian dari tujuan yang sangat baik itu.

Paul Arden, bekas eksekutif di Saatchi & Saatchi dan penulis buku It's Not How Good You Are, It's How Good You Want To Be, menulis bahwa selama kariernya ia pernah dipecat lima kali. Dan setiap kali dipecat, ia selalu berhasil naik ke tangga karier lebih tinggi, dan seterusnya. Bagi Paul, PHK adalah motivasinya untuk naik.

Setiap kali di-PHK, ia merasa perusahaan yang bersangkutan tidak berjodoh dengan dirinya, sehingga ia merasa perlu masuk ke perusahaan lain. Sikap Paul Arden memang sangat positif. Tapi tidak setiap orang bisa menjadi seperti Paul Arden.

Buat saya sendiri, motivasi terbaik justru saya dapatkan dari Bapak M.S. Kurnia. Beliau pernah menasihati saya, "Kalau kamu tidak mau dipecat orang, belajarlah memecat dirimu sendiri."

Konon, di balik awan akan selalu ada pelangi. Selamat Tahun Baru 2006. Be rich!

peka@indo.net.id

[Intrik, Gatra Nomor 6 Beredar Senin, 19 Desember 2005]

0 Comments:

Post a Comment

<< Home