Tuesday, January 10, 2006

(Art) Haji & Pemberdayaan

Republika Online : http://www.republika.co.id

Koran » Resonansi

Jumat, 16 Desember 2005

Orang Miskin Tambah Banyak (7)

Haji & Pemberdayaan

Oleh : Zaim Uchrowi

"Mohon maaf dan doa. Insya Allah kami akan menunaikan ibadah haji." Kertas kecil bergambar Ka'bah itu sudah tergeletak di meja. Pengirim pesan itu, seorang kawan, segera berangkat berhaji. Di mata saya, ia sudah sangat layak menjalankan ibadah agung yang dicontohkan Rasulullah SAW sekali sepanjang hidupnya, yakni di tahun terakhir menjelang tutup usia. Dengan kualitas pribadinya, insya Allah tak sulit bagi kawan saya ini untuk dapat menjadi pribadi ideal seperti hasil yang diharapkan dari proses berhaji.

Dalam kesehariannya, ia telah beragama secara relatif kaffah. Ibadahnya tentu saja sudah sangat terjaga. Bukan hanya yang wajib, namun juga yang sunah termasuk ibadah malam. Alquran selalu menyertainya pergi. Ketika ada waktu luang, ia akan sempatkan diri menyimak kalam Tuhan. Ibadah horizontalnya juga sepadan dengan ibadah vertikalnya. Ia tak menutup rapat pintu rumahnya yang terletak di kompleks yang relatif atas. Secara rutin ia terus berbagi rezeki dengan orang-orang biasa di lingkungannya. Ia bukan sekadar seorang yang punya uang buat membiayai diri pergi berhaji, namun seorang yang telah mempunyai kematangan dalam hidup.

Bagi sosok seperti dia, haji akan menempati posisi yang semestinya. Yakni, sebagai ibadah puncak setelah kita menuntaskan seluruh ibadah lain secara relatif baik. Ibarat pendidikan formal, haji seperti program doktoral yang harus ditempuh setelah seseorang menamatkan seluruh sekolahnya dari SD hingga S-2 secara sah. Dengan posisi seperti itu, haji bukan semata wisata rohani (rihlah ruhiyah) seperti yang terjadi pada banyak orang lain, dan jelas bukan lagi ritual prestise apalagi politis. Berhaji akan menjadi proses penyempurnaan diri dengan meneladani sikap dan perilaku Ibrahim AS, seperti yang dicontohkan Rasulullah SAW.

Dalam Alquran (22:78) Allah SWT meminta kita berjihad dengan "sesungguhnya jihad." Bentuk jihad di situ adalah meneladani Ibrahim AS yang diistilahkan sebagai 'Bapak kalian'. Kita tahu, perjalanan hidup Ibrahim AS adalah perjalanan membebaskan diri dari berbagai bentuk penjajahan. Perjalanan itu adalah perjalanan menjadi manusia 100 persen merdeka. Hanya manusia merdeka yang akan mampu mengatasi persoalan hidupnya. Hanya manusia merdeka yang dapat meraih sukses sejati. Hal tersebut akan terwujud bila kita mampu menyingkirkan segala bentuk keterjajahan diri sendiri dengan bergantung HANYA pada Sang Khalik. Ibrahim AS telah membuktikan itu. Ia bebaskan diri dari penjajahan berupa pengagungan berhala. Ia bebaskan diri dari penjajahan logika bahwa seorang ibu dan bayi kecilnya pasti akan mati kering bila ditinggalkan di tengah lembah gurun tanpa penaung, tanpa sebutir makanan dan setetes minuman pun. Ia hanya berpegang pada satu keyakinan: ada Tuhan yang tak akan membiarkan hambanya yang baik serta bersungguh-sungguh dalam berusaha. Dengan satu modal itu, Ibrahim AS menjadi manusia merdeka. Menjadi manusia sukses sejati.

Menjadi merdeka adalah kunci kejayaan. Karena itu, setiap orang harus merdeka. Kemerdekan itu tidak akan tercapai bila manusia masih menuhankan apa pun (termasuk paham keberagamaannya sendiri) selain Allah SWT. Manusia sejati adalah manusia yang terbebas dari bayang-bayang apa pun. Itulah nilai dasar Islam. Paulo Freire mengingatkan bahwa persoalan kemanusiaan termasuk kemiskinan adalah persoalan keterjajahan. Pembebasan manusia menjadi merdeka merupakan solusinya. Ibrahim AS, sekali lagi, sudah membuktikan itu. Dan berhaji adalah peneladanan terhadap bukti sejarah tersebut. Berkesadaran penuh meneladani Ibrahim AS dalam berhaji merupakan proses penyempurnaan diri sebagai manusia. Bila terwujud, hasilnya adalah manusia dengan karakter ith'amut tha'am wa liinul kalam. Manusia yang akan selalu memberdayakan orang lain hingga mampu memenuhi nafkahnya sendiri. Manusia seperti itu juga akan selalu bijak dalam berkata-kata.

Orang miskin tambah banyak (OMTB). Di Jawa Barat saja, saban tahun jumlah warga miskin bertambah sekitar 100 ribu keluarga. Belum lagi di wilayah lainnya. Itu persoalan sangat serius. Ibadah haji tahun ini semoga tak sekadar menjadi ibadah pengguguran kewajiban, melainkan punya makna mendalam bagi pembebasan kaum miskin untuk menjadi orang berdaya. Spirit haji punya arti besar pemberdayaan tersebut. Maka, saya merasa perlu berdoa untuk kawan itu, juga buat Anda semua yang berhaji tahun ini, semoga dapat berhaji sebenar-benarnya buat meneladani Ibrahim AS.

0 Comments:

Post a Comment

<< Home