Thursday, January 19, 2006

(Art) Reafirmasi Islam

Koran ยป Resonansi

Kamis, 19 Januari 2006

Reafirmasi Islam

Oleh : Azyumardi Azra

Istilah 'reafirmasi Islam' (Islamic reaffirmation) kali ini saya ambil dari Raja Yordania, Abdullah II bin al-Hussein. Dalam sebuah kolom menarik (Newsweek, Special Edition, December 2005-February 2006), Raja Abdullah mengimbau tentang perlunya 'reafirmasi Islam' untuk menghadapi distorsi dan mispersepsi yang belakangan berkembang di kalangan Barat, bahwa "Islam mengajarkan permusuhan dan agresi, dan menolak keikutsertaan yang damai dalam ekonomi berbasis ilmu pengetahuan dan pemerintahan demokratis".

Raja Abdullah berargumen, ia menggunakan istilah 'reafirmasi Islam', bukan 'reformasi Islam', karena ajaran-ajaran fundamental Islam tidak perlu direformasi atau direformulasi; yang diperlukan adalah 'reafirmasi'. Reafirmasi didasarkan pada prinsip-prinsip dasar keimanan Islam, yang telah berfungsi sebagai moderasi dan keseimbangan masyarakat-masyarakat Muslim selama lebih dari 14 abad. Menurut Raja Abdullah, kaum ekstremis di kalangan Muslim telah 'mereformulasi' ajaran-ajaran Islam dengan mendistorsi dan meninggalkan ajaran Islam yang sebenarnya. Dengan distorsi itulah mereka sampai hati membunuh orang-orang sipil yang tidak berdosa. Meski jelas-jelas Islam melarang pembunuhan dan bunuh diri.

Raja Abdullah menganjurkan 'reafirmasi Islam tradisional'. Bagi saya ini belum lengkap. Reafirmasi itu, dalam konteks Indonesia khususnya, semestinya mencakup tidak hanya 'Islam tradisional', tapi juga 'Islam modernis'; karena kedua-duanya bertitik tolak dari Alquran, hadis, dan ijma' jumhur, kesepakatan mayoritas terbesar (mainstream) ulama, yang otoritatif dan diakui. Reafirmasi Islam itu sebenarnya telah berlangsung dari waktu ke waktu.

Tetapi, dalam konteks kolom Raja Abdullah, reafirmasi Islam itu mengambil bentuk 'Pesan Amman' yang dikeluarkan pada November 2004. Pesan yang merupakan deklarasi singkat itu pada dasarnya merupakan penegasan tentang karakter Islam yang sebenarnya. Pesan ini dirumuskan dan disepakati sekitar 180 ulama dari 45 negara, yang mewakili delapan mazhab fikih dari kalangan Ahl al-Sunnah, Syiah, dan Ibadiyah. Dalam reafirmasi itu mereka didukung 17 fatwa dari otoritas terkemuka fikih.

Pesan Amman menegaskan kembali tentang validitas delapan mazhab fikih di kalangan kaum Muslimin; dan juga tentang keabsahan tasawuf dan aliran-aliran kalam (teologi). Selain itu, Deklarasi Amman juga mengutuk praktik ekstrem di kalangan segelintir Muslim yang dengan mudah menuduh dan mengecap orang Muslim lain sebagai kafir (takfir). Juga ditegaskan kembali tentang syarat-syarat mutlak yang perlu dimiliki individu atau lembaga Islam untuk bisa mengeluarkan fatwa. Fatwa yang menjustifikasi kekerasan jelas merupakan pelanggaran atas prinsip-prinsip dasar Islam.

Reafirmasi Islam yang ditegaskan 'Pesan Amman', hemat saya menegaskan kembali banyak hal; salah satunya adalah prinsip dasar toleransi internal dan eksternal yang perlu dimiliki dan diamalkan setiap Muslim. Perbedaan mazhab dan aliran pemikiran bukanlah hal baru dalam perjalanan sejarah kaum Muslimin; dan perbedaan-perbedaan itu lebih pada hal-hal furu'iyah (ranting) daripada pokok-pokok fundamental Islam. Karena itu, perlu penyikapan yang penuh kebijaksanaan; tidak dengan serta-merta menuduh individu atau kelompok Muslim tertentu telah menyimpang, sesat, dan kafir.

Toleransi eksternal menyangkut hubungan dengan pihak non-Muslim. Dalam hubungan, khususnya dengan agama Yahudi dan Kristen, Islam merupakan bagian integral dari agama-agama Nabi Ibrahim (millah Ibrahim/Abrahamic religions). Seperti ditegaskan Raja Abdullah, selain terdapat banyak afinitas, penting ditegaskan bahwa Islam juga mengakui dua prinsip dasar agama Yahudi dan Kristen, yaitu mencintai Tuhan YME, dan juga mengasihi tetangga seperti mencintai diri sendiri.

Karena afinitas yang begitu besar dalam ketiga agama Abrahamik itu, menurut Raja Abdullah, Islam bisa cocok dan kompatibel dengan Dunia Barat yang banyak bersumber dari tradisi Judeo-Christian, dan juga Islam. Kompatibilitas itu juga menyangkut isyu-isyu penting seperti; penghormatan pada hak asasi manusia dan kebebasan, dan hak-hak kaum perempuan; pelarangan agresi, kekerasan, dan terorisme; penghargaan terhadap para pemeluk agama lain; dan kebebasan memilih bentuk pemerintahan yang demokratis.

Reafirmasi Islam dalam kerangka seperti itu --yang bisa diperluas lebih lanjut sesuai dengan cakupan ajaran Islam yang begitu luas-- merupakan tanggung jawab bagi para ulama, pemimpin, pemikir, dan aktivis Muslim. Reafirmasi itu perlu dilakukan secara terus-menerus, karena tantangan yang dihadapi kaum Muslim begitu kompleks dan penuh tantangan. Jika tidak, akan selalu ada kalangan Muslim yang atas nama agama kemudian membajak Islam untuk agenda-agenda dan aksi-aksi yang bertentangan dengan ajaran Islam.

0 Comments:

Post a Comment

<< Home