Wednesday, January 11, 2006

(Art) Tidak Adil

Tidak Adil

Oleh : Asro Kamal Rokan

Pada hari dan malam menjelang Idul Adha, seperti juga Anda, telepon genggam saya pun menerima banyak pesan dari para sahabat. Isinya, selain mengucapkan selamat Idul Adha 1426 Hijriah, juga mendorong umat Islam untuk mencontoh kesalehan, keikhlasan, dan ketaatan Nabi Ibrahim AS, yang rela mengurbankan putra tersayangnya, Ismail AS.

Banyak pesan menarik, satu di antaranya dari Ketua Umum Partai Amanat Nasional (PAN), Soetrisno Bachir. Isinya: Saudara-saudaraku sebangsa dan se-Tanah Air. Singkirkan jauh-jauh rasa pesimistis, apatis, frustrasi, sinis, tak berdaya, rendah diri, dengki, su'dhon dari tubuh bangsa kita. Selamat Iedul Adha 1426 H. Selamat berkurban untuk bangsa dan negara. Salam reformasi. Soetrisno Bachir.

Ada juga pesan yang sangat menggugah. Isinya: Jika semua harta adalah racun, maka zakatlah penawarnya. Jika seluruh umur adalah dosa, maka takwa dan tobatlah obatnya. Jika seluruh bulan adalah noda, maka Ramadhanlah pemutihnya. Jika seluruh hari adalah nista, maka Idul Fitrilah pensuciannya, dan jika seluruh persembahan terbungkus ria, maka Idul Adhalah pembersihnya. Semoga ridho Allah atas pengorbanan yang dipersembahkan dengan tulus ikhlas. Selamat Idul Adha 1426 Hijriah.

Seharian kemarin, umat Islam yang memiliki kemampuan, mengurbankan kambing, domba, dan juga sapi. Hampir seluruh masjid, usai shalat Idul Adha, diramaikan pemotongan hewan kurban. Panitia membagi-bagi hewan kurban kepada fakir miskin, kepada mereka yang berhak. Kebersamaan, tolong-menolong, saling membagi, dan kerelaan berkurban terasa begitu indah. Nabi Ibrahim bahkan merelakan putra kesayangannya, Nabi Ismail -- yang lahir dari wanita berkulit hitam, Siti Hajar, setelah Ibrahim menanti selama seratus tahun untuk disembelih atas perintah Allah SWT. Nabi Ismail pun ikhlas menerimanya. Ketika akan disembelih di Jabal Qurban, Allah mengganti Ismail dengan seekor domba.

Islam mengajarkan kerelaan berkorban, keikhlasan, ketaatan, dan kasih sayang. Tapi marilah kita lihat, bangsa ini terpuruk bukan karena tidak memiliki daya, tidak memiliki kemampuan, melainkan kegagalan menahan hawa nafsu. Teroris, mengatasnamakan agama, membunuh orang-orang tak bersalah. Mereka rela melihat korban-korban tewas, tanpa kaki, dan cacat seumur hidup. Mereka membiarkan keluarga korban kehilangan harapan dan menderita. Apa yang diperoleh para teroris itu? Tak ada keuntungan apa pun, termasuk keuntungan politik.

Koruptor sama saja. Mereka menjarah harta kaum miskin untuk kepentingan diri dan bahkan mungkin anak cucunya. Mereka takut keluarganya miskin, tanpa peduli orang lain menjadi miskin karena perbuatannya. Mereka memberi makan keluarganya dari kotoran dan kotoran itu menjadi darah bagi anak-anaknya. Bangsa ini berjalan dengan tubuh lemah. Ia lumpuh, digerogoti banyak penyakit. Soetrisno Bachir menawarkan obatnya: Singkirkan jauh-jauh rasa pesimistis, apatis, frustrasi, sinis, tak berdaya, rendah diri, dengki, dan su'dhon dari tubuh bangsa kita.

Soetrisno benar. Idul Adha tak sekadar mengeluarkan uang untuk membeli hewan kurban dan kemudian memberikannya kepada fakir miskin, tapi juga kerelaan kita berkurban untuk kepentingan orang banyak, menyingkirkan sinisme, dengki, dan su'dhon. Sebaliknya tetap berpikir optimistis, tidak apatis, dan tidak frustrasi. Nabi Ibrahim rela menyembelih anak tersayangnya, lalu mengapa kita sulit berkorban untuk kepentingan bangsa ini. Minimal, kita menahan diri untuk tidak melakukan tindakan buruk, mengambil yang bukan hak.

Ya Allah, maafkan kami. Terkadang kami merasa dapat melakukan segalanya, merasa semua yang Kau beri adalah milik kami. Kau contohkan keikhlasan Ibrahim dan Ismail, tapi kami hanya memotong seekor hewan kurban, setelah itu kami merasa menjadi orang sangat dermawan. Kami menyembah-Mu, tapi kami juga merampas harta anak yatim dan orang miskin. Kami percaya pada timbangan baik dan buruk -- dan menakarnya seimbang: membuat dosa dan mencari pahala. Kami terjebak dan membiarkan cinta pada dunia mengikat leher kami. Ya Allah, kami telah berlaku tidak adil: terus meminta pada-MU, tapi jarang memberi.

Resonansi Republika (http://www.republika.co.id)

Rabu, 11 Januari 2006

0 Comments:

Post a Comment

<< Home